[SULAWESI TRIP Hari ke-3 Bagian 2] Melihat Alat Vital Perempuan, Susu Kerbau Goreng Yang Ewh, dan Speechless-nya Makan Seafood di Pare-Pare
Perjalanan dari Tana Toraja menuju Pare-Pare ini ternyata jauhnya bukan main. Si Aji beneran merelakan dateng ke Toraja buat ketemu dan main sama gue (jahat lau ki!). Gue pikir Pare-Pare ke Toraja itu cuma satu jam doang atau jaraknya mirip Magelang-Jogja, elah ndalah ternyata salah besar! Jaraknya tu mirip Jakarta ke Cirebon, hampir 5 jam lebih perjalanan. Nah kalo Jakarta ke Cirebon mah enak ya, lewat tol jalannya lurus, lah ini belak-belok naik-turun lewat hutan. Omegat!
Sekitar jam 1 siang kita bertiga meninggalkan Tana Toraja yang sedang terik-teriknya. Rute selanjutnya adalah Makale, Enrekang, Sindrat, dan Pare-Pare. Sepanjang perjalanan dari Tana Toraja ke Makale, sungguh tidak biasa kali itu. Kenapa kok nggak biasa? Ya, hampir setiap beberapa ratus meter, di pinggir jalan sudah banyak berkumpul anak-anak SD, SMP, dan bahkan SMA yang membawa bendera merah putih. Loh kok? Yes, si Bapak Wapres Jusuf Kalla belum sampai di Tana Toraja. Si Bapak Wapres, menurut Aji akan mendarat menggunakan pesawat ATR di Bandara Pongtiku, yang rutenya melewati Jalan Raya Poros Makale – Ranteapao. Jadi anak-anak sekolah di sini berbaris di pinggir jalan untuk menyambut kedatangan Bapak JK.
Nah, sampai di Makale, kita berhenti di sebuah warung makan 99 yang terletak di pusat kota kecilnya. Saya memesan bandeng goreng dan es teh yang rasanya enaak bangettt, enak karena saking lapernya jadi apa pun jadi nikmat. Hahahha… Pada awalnya rombongan JK direncanakan akan melewati warung makan yang kita singgahi saat itu, karena di depan warung makannya juga sudah banyak anak-anak sekolah yang berbaris siap menyambut kedatangan bapak Wapres. Ternyata eh ternyata, pas lagi asik-asiknya makan dan udah nungguin mau ngambil foto, rombongan ternyata berubah rute yang tidak jadi melewati depan rumah makan yang kita singgahi. Ah!
Perut kenyang dan kita lanjut perjalanan ke Pare-Pare yang masih sangat amat jauh sekali. Obrolan yang ringan sampai obrolan serius pun terjadi di dalam mobil, mulai dari kerjaan sampai ayam mati ketabrak. Hahahaha… Nah, sampai di daerah Enrekang, si Aji tiba-tiba membelokkan kendaraannya ke sebuah restoran yang ternyata punya pemandangan nan indah di sana. Ternyata eh ternyata, landscape yang sedang gue lihat saat itu adalah Gunung Nona. Kata si Aji, kenapa dinamakan Gunung Nona karena bentuk bukitnya itu seperti alat vital perempuan. Hahahha…aya aya wae! Niat awalnya berhenti di restoran ini cuma mau beli kopi susu, karena perjalanan juga masih jauh banget. Tapi sewaktu gue sama Andi ke meja kasir untuk memesan menu, kita melihat ada beberapa menu makanan yang aneh dan bikin penasaran buat di coba, salah satunya adalah Dangke. Apa itu Dangke? Ya, ini adalah makanan khas Enrekang yang terbuat dari susu kerbau dan kemudian di goreng. Hah?! Kita berdua pun penasaran, tapi karena masih sedikit kenyang, kita hanya memesan satu porsi saja untuk sekedar nyobain aja. Kita menunggu di meja dan perlahan-lahan menu di letakkan yaitu satu bakul nasi, satu mangkok sop, satu mangkok sambel, dan satu porsi Dangke yang kita pesen tadi. What! Ini satu porsi makanan? Gue kaget bukan tak beralasan, karena memang kita hanya memesan satu porsi Dangke saja. Gue pikir, yang dateng hanyalah Dangke-nya saja, karena memang kita nggak memesan nasi dan sebagainya. Ternyata eh ternyata, kita semua salah besar dan itu satu porsi untuk berdua pun nggak habis. Luar biasa! Selain itu gue juga memesan kopi susu di sini, dimana rasanya benar-benar enak, nggak seperti kopi susu semalam di Toraja.
kita berhenti di restoran depan bukit batu ini |
tuh kan seporsi dapet segini banyak |
minum kopi susu yang rasanya mendingan |
nah ini bukit nona, yang katanya bentuknya mirip "miss V" |
selamat jalan Enrekang |
Kita lanjut perjalanan menuju Pare-Pare, yang lagi-lagi emang masih jauh banget. Untungnya pemandangan sepanjang jalan menurut gue nggak terlalu membosankan dan termasuk keren malah. Bukit-bukit batu yang berada di kanan kiri jalan membuat jalur lintas Sulawesi menjadi indah untuk dipandang. Sampai di Pare-Pare sekitar jam 6 sore, pas banget kita bisa liat sunset di sana. Kami beristirahat sebentar di kontrakannya si Aji sampai sekitar jam 7 malem. Setelah itu kita lanjut untuk mencari makan seafooood!! Ahaaaaay….!!! Tapi sebelumnya gue udah uring-uringan duluan, karena shock, kaget, emosi, gundah, gulana, ketika menimbang badan di kontrakannya si Aji. Tidaaaaaak!!! Tapi masa iya, udah sampai di Sulawesi, nggak nyobain makanan lautnya. Akhirnya kita bertiga, bertolak ke sebuah warung pangkep yang katanya paling enak di Pare-Pare. Nah, mulai lagi nih kejadian yang bikin gue terkaget-kaget. Kaget pertama karena liat ikan-ikannya ukurannya gede-gede banget dan gue tanya ke si penjualnya “mas, ikan apa yang paling enak?”, nah si masnya jawab ikan -------, gue lupa namanyaaaaa. Pokoknya ikan itu warnanya merah dengan ukuran yang gede banget.
“berapa mas yang ini?”
“35 ribu mas”
*kaget kedua* kalem di luar, kaget dalem hati
“oke, saya mau pesan satu”
Setelah mesen gue terus bergumam;
“ini kalau di Band*r Jak*rta bis sampai ratusan nih harganya ikan segede itu”
Okelah, berusaha tenang dan kalem. Setelah itu gue duduk di sebuah meja yang ukurannya hmmm…
“Aji, ini meja lebar banget dah!”
senyum-senyum terselubung “ini ada fungsinya ki, liat aja ya ntar”
Penasaran nggak henti-hentinya selagi nunggu pesenan dateng, si Aji masih senyam senyum ke gue dengan muka nggak songkil. Tiba-tiba si pelayan dateng membawakan mangkok-mangkok kobokan, nggak berselang lama dateng lagi bawa 3 piring nasi, *kaget ketiga dimulai* dateng lagi bawa satu bakul nasi, satu sisir pisang, 3 mangkok sop, 6 piring sambel, 1 teko air es, dan 3 piring besar makanan utama (2 porsi ikan dan 1 porsi cumi). Sumpaaaaah!!! Ini buanyaaaak bangeeeet!!! Gue tanyalah ke si Aji;
“Jik, kita kan nggak pesen ini semua?”
“Iya ki, harga tadi udah termasuk semuanya”
“sem……” kata-kata terputus saking speechless-nya
Gila! Ini di Jakarta bisa habis 150 ribu lebih buat porsi sebanyak ini! Pantesan si Aji dari kemarin bilang kalau hidup di Sulawesi bikin naik berat badannya. Iyalah! Makan di luar 35 ribu udah porsi raksasa begini! Perut benar-benar kenyang malam itu akibat porsi 35 ribu yang nggak masuk akal. Omegat! Gue nggak cocok hidup di Sulawesi, bisa-bisa semakin berubah menjadi Hulk nanti. Terakhir, gue cuma mau bilang makasih sama Aji yang ternyata bayarin kita berdua. Thanks Ji!
Setelah itu, karena tengah malem nanti kita berdua harus balik ke Makassar lagi, daripada pulang ke kontrakan nungguin nggak jelas di sana, mending nyari kafe buat nongkrong. Sebelumnya kita mampir ke Alun-Alun Kota Pare-Pare yang di sana terdapat monumen Habibie dan Ainun. Ya, Pare-Pare adalah kota kelahiran dari mantan presiden kita B.J. Habibie. Di area Alun-Alun ini juga banyak warung jajan dan pedagang kaki lima yang berjualan. Alun-alunnya nggak terlalu rame sih, cenderung sepi malah menurut gue. Nggak berada lama di alun-alun, kita lanjut ke sebuah kafe pinggir laut (sweetness celebes) yang anginnya anget-anget dingin gimana gitu. Nah di kafe ini gue nyobain kopi susu lagi yang rasanya pas dan cocok! Selain itu gue juga nyobain singkong goreng dan pisang gepeng bakar yang dicocol pake sambel, surprisingly rasanya cocok dan enak! Hampir 2 jam kita di kafe ini sampai waktu menunjukkan pukul 11 dan kita balik ke kontrakannya si Aji.
muter kota Pare-Pare, ini pasar senggolnya |
meriah, banyak lampu warna-warni |
monumen Habibie-Ainun di alun-alun |
suasana malam di alun-alun kota Pare-Pare |
kafe pinggir pantai di Pare-Pare |
ini kopi susunya jauh lebih enak lagi |
singkong goreng, gurih kering di luar, empuk di dalam |
pisang gepengnya, rasanya nggak seenak singkongnya |
Comments
Post a Comment