Jam 4 pagi mata gue udah
melek-semeleknya karena dering alarm
yang kenceng banget bunyinya. Kita akan pergi ke Lolai! Gue pikir dua temen gue
juga kebangun, ternyata nggak njir! Giling! Kebo banget tidurnya! Yaudahlah,
gue boker dulu sambil nungguin mereka bangun. Hampir 20 menitan gue di kamar
mandi dan pas keluar si Andi dan Aji masih kayak orang mati. Grrrrr…!!! Sampai
pada akhirnya si Andi kebangun dan disusul oleh Aji.
“Mandi woi!
Mandi!”
“Bangun woi!
Bangun!”
Sampai nggak ada yang duluan mandi,
akhirnya gue pun menjadi yang pertama mandi. Kita cabut dari penginapan sekitar
jam 5 pagi dan kebingungan mau serahin kunci kamar ke siapa karena ruang receptionist masih gelap dan terkunci. Akhirnya
gue gantungin aja deh itu di kamar dan merelakan gratisan sarapan pagi di
penginepan. Haha. Gue berangkat dengan mobilnya si Aji
dengan penuh perjuangan. Perjuangan karena jalur yang kita tempuh beneran nggak
biasa. Jalan dua arah yang sempit, rusak, tanah, jurang, kabut, dan terlebih
lagi habis hujan. Dag dig dug ser sebenernya gue duduk di depan, walaupun gue
yakin si Aji udah handal dalam urusan beginian. Jalurnya sebenernya hampir sama
seperti kalau kita mau ke Kebun Buah Mangunan atau Bukit Panguk di Jogja (kalau
yang udah pernah ke sana ya). Beberapa kali ban mobil itu slip karena licinnya tanah dan aspal saat itu dan harus melewati
tikungan seperti huruf V yang beneran curam banget.
|
perjalanan menuju Lolai yang sedikit ekstrim |
Sesampainya di Lolai, kami membayar
biaya retribusi 10 ribu untuk satu orangnya. Salah seorang yang berada di loket
tiba-tiba nyeletuk “wah lagi bagus mas!”, mendengar itu gue pun semakin
penasaran. Lagi! Si bapak yang ngatur parkir, ketika gue turun dari mobil, si
bapak bilang “mas lagi cerah ini, tumben lagi bagus!”. Wihiiiii!!! Dan bener
aja, pemandangan yang luar biasa indahnya hadir di depan mata gue saat itu.
Hamparan awan yang berada lebih rendah daripada posisi gue dan orang-orang lain
saat itu membuat kita seolah berada di atas awan. Hampir ada sekitar 1 jam kita
berada di Lolai dan perut pun kelaperan. Mampirlah kita bertiga ke sebuah
warung untuk membeli popmie dan teh
anget di sana. Lagi-lagi jalanan menurun dari Lolai ini benar-benar curam dan
basah, jadi membuat kami harus berhati-hati. Beberapa kali ban mobil seperti
tergelincir karena saking licinnya dan hal tak terduga terjadi, pengendara
motor yang berada di belakang kami terpeleset dan terjatuh. Duh pak pelan-pelan makannya bawa motornya…
|
bagus yah, cantiknya! |
|
kabut yang mulai turun dengan perlahan |
|
makan popmie sama teh anget di cuaca Lolai yang dingin, euh! |
Perjalanan kami lanjutkan menuju Kete
Kesu, yang ternyata setelah sampai di depan gerbangnya, kami tidak
diperbolehkan masuk. Sudah banyak polisi, tentara, dan regu keamanan lainnya di
sana yang menjelaskan bahwa ternyata akan ada kunjungan dari wakil presiden
Jusuf Kalla ke tempat ini. Jadinya membuat kami harus memarkirkan kendaraan di
luar area wisata Kete Kesu. Pemeriksaan pun sangat ketat, isi dalam tas
benar-benar harus dibongkar dan diperlihatkan kepada penjagaan paspampres di
sana. Saat pemeriksaan berlangsung, mereka berkata bahwa jam 10 nanti sudah harus
steril dan mengharuskan wisatawan keluar dari area Kete Kesu.
Kami pun masuk ke dalam dan seperti
biasa berfoto-foto di area Kete Kesu ini. Sebenarnya memang banyak perkampungan adat
seperti ini di Toraja yang bisa kita kunjungi, salah satunya seperti Palawa
yang cenderung lebih sepi atau Kete Kesu yang lebih ramai karena lebih
terkenal. Di area wisata Kete Kesu ini juga terdapat kuburan batu dan kuburan
gua yang bisa kita kunjungi. Agak merinding nih karena di sini buanyaaak banget
tengkorak manusianya, ditambah lagi kita masuk ke sebuah gua yang lembap dan
sempit. Aji nggak ikutan masuk karena udah pernah, jadi cuma gue dan Andi aja
yang akan masuk ke dalem. Sereem sumpah nggak bohong gue! Sampai ada 3 orang
pengunjung lagi yang juga minta untuk masuk barengan ke dalem. Okelah, jadi
kita berlima masuk ke dalem gua dengan perlahan-lahan. Selain karena gelap gulita,
tapi juga licin dan berair permukaan tanahnya. Sesi jepret-jepret foto
bergantian di dalam gua yang sebenernya masih dalem lagi, tapi kita berlima
nggak mau masuk-masuk lebih jauh. Nggak lucu
kaga bisa keluar lagi, kayak film Indiana Jones. Halah! Hahahaha… Nah mas
bertiga tadi udah kelar foto dan mau keluar, gue Andi belum sempet foto,
akhirnya kita berdua buru-buru foto dan buru-buru keluar karena ketakutan. Omegat!
|
tim kepresidenan narsis juga ternyata |
|
kuburan batunya serem banget |
|
ini di pintu masuk goa-nya |
|
kebo bule yang disakralkan di Toraja dan mahal harganya |
Pas jalan mau keluar dari area Kete
Kesu, kita mampir di salah satu pedagang oleh-oleh di sana. Hampir ada setengah
jam kita berada di kios oleh-oleh, bertanya dan mengobrol dengan si Ibu
penjual. Si Ibu menjual kain yang bagus banget buat dijadiin batik harganya 90
ribu, gelang-gelang 10 ribu dapet 3, syal tenun 20 ribuan, dan berbagai macam
pajangan-pajangan ukir yang keren banget. Nggak terasa waktu sudah menunjukkan
pukul 10 pagi dan katanya Kete Kesu harus sudah steril dari wisatawan, namun
ternyata setelah sampai di area gerbang depan tadi, Bapak JK-nya belum dateng. Hoho..
Setelah dari Kete Kesu, kita akan
menuju ke icon dari Tana Toraja yang
mirip-mirip di Rio de Janeiro itu lo, namanya Buntu Burake. Nah sebenernya gue
udah sempet baca dari forum traveling
kalau wisata Buntu Burake ini sedang ditutup untuk akses kendaraan roda empat
pagi pengunjung. Namun, saya nggak bilang ke Aji atau Andi kalau aksesnya akan
jalan kaki yang lumayan jauh. Bener aja, setelah sampai di lokasi “Patung Tuhan
Yesus” Buntu Burake, yang menggunakan kendaraan roda empat harus memarkirkan
kendaraannya jauh dari lokasi. Saya sempat bertanya kepada petugas portal yang
berjaga, kalau hanya kendaraan roda dua yang bisa dan diperbolehkan naik ke
atas. Apa daya, kita harus berjalan kaki dengan trekking menanjak yang sangat
amatlah jauh sekali. Gue nggak bohong, dari lokasi mobil terparkir sampai bisa
ke puncak Buntu Burake itu bener-bener jauh dan melelahkan. Apalagi matahari
lagi terik-teriknya di jam 12 siang dan membuat kami menyerah untuk membeli air
minum dingin di salah satu kios minuman di sana. Sebenernya kami bertiga sudah
kelaperan dan sudah saatnya makan siang, karena paginya pun hanya diisi oleh popmie. Tiba-tiba gue yang udah fokus
nenggak minuman dingin itu karena saking hausnya, si Andi membeli sebuah
jajanan yang odongnya kaga tanya itu namanya apaan. Jadi jajanan seharga 10
ribu yang bentuknya itu lebar, tipis mirip crepes,
dan mirip opak yang dikasih gula jawa cair. Ya ampun sedih banget sih, kita
pada kelaperan dan cuma makan beginian doang yang isinya 5 lembar tipis.
|
tuh di pinggiran jalan udah banyak yang siap menyambut si JK |
|
semangat 45 menyambut sang wakil presiden yang berkunjung ke daerahnya |
|
nih jauh men dan nanjak, omegat! |
|
rame yang ikutan jalan kaki |
|
mulai lelah, mulai haus, mulai keringetan bercucuran |
|
secercah harapan dari "entah apa namanya ini" |
Sampai di atas bukannya takjub sama
patung itu, tapi malah lirak-lirik sepanjang kios makanan yang kita berharap
ada yang menjual nasi atau mi instan, bukan popmie.
Si Aji pake notice pula ada anak
kecil yang lagi makan tahu goreng, “ki,
itu anak kecil makan gorengan, beli di mana ya?” Ah elah! Ya, bikin gue
muter-muterin itu kios-kios penjual makanan yang pada akhirnya nyerah dan nggak
ketemu yang jual gorengan. Ah sudahlah! Sebenernya masih ada ratusan (mungkin)
anak tangga yang menuju puncak dari Patung Tuhan Yesus Buntu Burake, namun kita
nggak menaikinya. Selain karena udah capek banget, laper, keringetan, lepek,
pemandangan di atas sana justru hanyalah pemandangan bukit saja. Padahal yang
kita incer adalah pemandangan background
patung Tuhan Yesus tersebut.
Jadilah kita berfoto-foto di area yang
memang sudah di sediakan di sana. Gila! Keren banget pemandangannya nggak
bohong gue mah, sejauh mata memandang dari ujung kanan sampai ujung kiri itu
adalah landscape kota Tana Toraja dan
bukit-bukit hijau yang indah. Patung Tuhan Yesus menghadap ke arah kota, yang
berarti sedang memberkati kota tersebut. Nggak lama berfoto-foto dan menikmati
keindahan di Buntu Burake, kita bertiga kembali turun ke bawah. Di mana saat
kita parkir tadi hanya ada 2 mobil saja, namun ketika kita sudah sampai bawah
ada belasan mobil yang memenuhi badan jalan yang terparkir di sana. Rame
banget!
|
belum kesampaian ke Rio de Janeiro, ke sini aja dulu |
Jam hampir menunjukkan pukul 1 siang,
kita kelaperan dan kita siap menuju Kota Pare-Pare! Ayeeee…!!!
Comments
Post a Comment