[SULAWESI TRIP Hari ke-3] Di Atas Awan Ku Berada, Menyambut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sampai Buntu Burake Dengan Segala Lelahnya

Jam 4 pagi mata gue udah melek-semeleknya karena dering alarm yang kenceng banget bunyinya. Kita akan pergi ke Lolai! Gue pikir dua temen gue juga kebangun, ternyata nggak njir! Giling! Kebo banget tidurnya! Yaudahlah, gue boker dulu sambil nungguin mereka bangun. Hampir 20 menitan gue di kamar mandi dan pas keluar si Andi dan Aji masih kayak orang mati. Grrrrr…!!! Sampai pada akhirnya si Andi kebangun dan disusul oleh Aji.

“Mandi woi! Mandi!”
“Bangun woi! Bangun!”

Sampai nggak ada yang duluan mandi, akhirnya gue pun menjadi yang pertama mandi. Kita cabut dari penginapan sekitar jam 5 pagi dan kebingungan mau serahin kunci kamar ke siapa karena ruang receptionist masih gelap dan terkunci. Akhirnya gue gantungin aja deh itu di kamar dan merelakan gratisan sarapan pagi di penginepan. Haha. Gue berangkat dengan mobilnya si Aji dengan penuh perjuangan. Perjuangan karena jalur yang kita tempuh beneran nggak biasa. Jalan dua arah yang sempit, rusak, tanah, jurang, kabut, dan terlebih lagi habis hujan. Dag dig dug ser sebenernya gue duduk di depan, walaupun gue yakin si Aji udah handal dalam urusan beginian. Jalurnya sebenernya hampir sama seperti kalau kita mau ke Kebun Buah Mangunan atau Bukit Panguk di Jogja (kalau yang udah pernah ke sana ya). Beberapa kali ban mobil itu slip karena licinnya tanah dan aspal saat itu dan harus melewati tikungan seperti huruf V yang beneran curam banget.
perjalanan menuju Lolai yang sedikit ekstrim
Sesampainya di Lolai, kami membayar biaya retribusi 10 ribu untuk satu orangnya. Salah seorang yang berada di loket tiba-tiba nyeletuk “wah lagi bagus mas!”, mendengar itu gue pun semakin penasaran. Lagi! Si bapak yang ngatur parkir, ketika gue turun dari mobil, si bapak bilang “mas lagi cerah ini, tumben lagi bagus!”. Wihiiiii!!! Dan bener aja, pemandangan yang luar biasa indahnya hadir di depan mata gue saat itu. Hamparan awan yang berada lebih rendah daripada posisi gue dan orang-orang lain saat itu membuat kita seolah berada di atas awan. Hampir ada sekitar 1 jam kita berada di Lolai dan perut pun kelaperan. Mampirlah kita bertiga ke sebuah warung untuk membeli popmie dan teh anget di sana. Lagi-lagi jalanan menurun dari Lolai ini benar-benar curam dan basah, jadi membuat kami harus berhati-hati. Beberapa kali ban mobil seperti tergelincir karena saking licinnya dan hal tak terduga terjadi, pengendara motor yang berada di belakang kami terpeleset dan terjatuh. Duh pak pelan-pelan makannya bawa motornya
bagus yah, cantiknya!
kabut yang mulai turun dengan perlahan
makan popmie sama teh anget di cuaca Lolai yang dingin, euh!
Perjalanan kami lanjutkan menuju Kete Kesu, yang ternyata setelah sampai di depan gerbangnya, kami tidak diperbolehkan masuk. Sudah banyak polisi, tentara, dan regu keamanan lainnya di sana yang menjelaskan bahwa ternyata akan ada kunjungan dari wakil presiden Jusuf Kalla ke tempat ini. Jadinya membuat kami harus memarkirkan kendaraan di luar area wisata Kete Kesu. Pemeriksaan pun sangat ketat, isi dalam tas benar-benar harus dibongkar dan diperlihatkan kepada penjagaan paspampres di sana. Saat pemeriksaan berlangsung, mereka berkata bahwa jam 10 nanti sudah harus steril dan mengharuskan wisatawan keluar dari area Kete Kesu.

Kami pun masuk ke dalam dan seperti biasa berfoto-foto di area Kete Kesu ini.  Sebenarnya memang banyak perkampungan adat seperti ini di Toraja yang bisa kita kunjungi, salah satunya seperti Palawa yang cenderung lebih sepi atau Kete Kesu yang lebih ramai karena lebih terkenal. Di area wisata Kete Kesu ini juga terdapat kuburan batu dan kuburan gua yang bisa kita kunjungi. Agak merinding nih karena di sini buanyaaak banget tengkorak manusianya, ditambah lagi kita masuk ke sebuah gua yang lembap dan sempit. Aji nggak ikutan masuk karena udah pernah, jadi cuma gue dan Andi aja yang akan masuk ke dalem. Sereem sumpah nggak bohong gue! Sampai ada 3 orang pengunjung lagi yang juga minta untuk masuk barengan ke dalem. Okelah, jadi kita berlima masuk ke dalem gua dengan perlahan-lahan. Selain karena gelap gulita, tapi juga licin dan berair permukaan tanahnya. Sesi jepret-jepret foto bergantian di dalam gua yang sebenernya masih dalem lagi, tapi kita berlima nggak mau masuk-masuk lebih jauh. Nggak lucu kaga bisa keluar lagi, kayak film Indiana Jones. Halah! Hahahaha… Nah mas bertiga tadi udah kelar foto dan mau keluar, gue Andi belum sempet foto, akhirnya kita berdua buru-buru foto dan buru-buru keluar karena ketakutan. Omegat!
tim kepresidenan narsis juga ternyata
kuburan batunya serem banget
ini di pintu masuk goa-nya
kebo bule yang disakralkan di Toraja dan mahal harganya
Pas jalan mau keluar dari area Kete Kesu, kita mampir di salah satu pedagang oleh-oleh di sana. Hampir ada setengah jam kita berada di kios oleh-oleh, bertanya dan mengobrol dengan si Ibu penjual. Si Ibu menjual kain yang bagus banget buat dijadiin batik harganya 90 ribu, gelang-gelang 10 ribu dapet 3, syal tenun 20 ribuan, dan berbagai macam pajangan-pajangan ukir yang keren banget. Nggak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi dan katanya Kete Kesu harus sudah steril dari wisatawan, namun ternyata setelah sampai di area gerbang depan tadi, Bapak JK-nya belum dateng. Hoho..

Setelah dari Kete Kesu, kita akan menuju ke icon dari Tana Toraja yang mirip-mirip di Rio de Janeiro itu lo, namanya Buntu Burake. Nah sebenernya gue udah sempet baca dari forum traveling kalau wisata Buntu Burake ini sedang ditutup untuk akses kendaraan roda empat pagi pengunjung. Namun, saya nggak bilang ke Aji atau Andi kalau aksesnya akan jalan kaki yang lumayan jauh. Bener aja, setelah sampai di lokasi “Patung Tuhan Yesus” Buntu Burake, yang menggunakan kendaraan roda empat harus memarkirkan kendaraannya jauh dari lokasi. Saya sempat bertanya kepada petugas portal yang berjaga, kalau hanya kendaraan roda dua yang bisa dan diperbolehkan naik ke atas. Apa daya, kita harus berjalan kaki dengan trekking menanjak yang sangat amatlah jauh sekali. Gue nggak bohong, dari lokasi mobil terparkir sampai bisa ke puncak Buntu Burake itu bener-bener jauh dan melelahkan. Apalagi matahari lagi terik-teriknya di jam 12 siang dan membuat kami menyerah untuk membeli air minum dingin di salah satu kios minuman di sana. Sebenernya kami bertiga sudah kelaperan dan sudah saatnya makan siang, karena paginya pun hanya diisi oleh popmie. Tiba-tiba gue yang udah fokus nenggak minuman dingin itu karena saking hausnya, si Andi membeli sebuah jajanan yang odongnya kaga tanya itu namanya apaan. Jadi jajanan seharga 10 ribu yang bentuknya itu lebar, tipis mirip crepes, dan mirip opak yang dikasih gula jawa cair. Ya ampun sedih banget sih, kita pada kelaperan dan cuma makan beginian doang yang isinya 5 lembar tipis.
tuh di pinggiran jalan udah banyak yang siap menyambut si JK
semangat 45 menyambut sang wakil presiden yang berkunjung ke daerahnya
nih jauh men dan nanjak, omegat!
rame yang ikutan jalan kaki
mulai lelah, mulai haus, mulai keringetan bercucuran
secercah harapan dari "entah apa namanya ini"
Sampai di atas bukannya takjub sama patung itu, tapi malah lirak-lirik sepanjang kios makanan yang kita berharap ada yang menjual nasi atau mi instan, bukan popmie. Si Aji pake notice pula ada anak kecil yang lagi makan tahu goreng, “ki, itu anak kecil makan gorengan, beli di mana ya?” Ah elah! Ya, bikin gue muter-muterin itu kios-kios penjual makanan yang pada akhirnya nyerah dan nggak ketemu yang jual gorengan. Ah sudahlah! Sebenernya masih ada ratusan (mungkin) anak tangga yang menuju puncak dari Patung Tuhan Yesus Buntu Burake, namun kita nggak menaikinya. Selain karena udah capek banget, laper, keringetan, lepek, pemandangan di atas sana justru hanyalah pemandangan bukit saja. Padahal yang kita incer adalah pemandangan background patung Tuhan Yesus tersebut.

Jadilah kita berfoto-foto di area yang memang sudah di sediakan di sana. Gila! Keren banget pemandangannya nggak bohong gue mah, sejauh mata memandang dari ujung kanan sampai ujung kiri itu adalah landscape kota Tana Toraja dan bukit-bukit hijau yang indah. Patung Tuhan Yesus menghadap ke arah kota, yang berarti sedang memberkati kota tersebut. Nggak lama berfoto-foto dan menikmati keindahan di Buntu Burake, kita bertiga kembali turun ke bawah. Di mana saat kita parkir tadi hanya ada 2 mobil saja, namun ketika kita sudah sampai bawah ada belasan mobil yang memenuhi badan jalan yang terparkir di sana. Rame banget!
belum kesampaian ke Rio de Janeiro, ke sini aja dulu
Jam hampir menunjukkan pukul 1 siang, kita kelaperan dan kita siap menuju Kota Pare-Pare! Ayeeee…!!!

Comments