[SULAWESI TRIP Hari ke-2] Pedasnya Cabai Toraja, Batutumonga Yang Menusuk Tulang, dan Kopi Susu Rasa Gagal!
Nungguin di kamar yang bocor dan
banjir emang luar biasa epic! Hampir
1,5 jam nungguin nggak jelas dan semakin bete. Akhirnya gue berjalan-jalan di
sekitaran hotel yang ternyata deket sama lapangan yang super besar (lapangan
bakti), kalau pagi di lapangan ini ada yang jualan nasi kuning 10 ribuan di
mobil. Hahah.. Selain itu banyak juga kafe-kafe yang sepertinya kalau malam
rame dan menjadi tempat buat nongkrong anak muda di sini. Gue balik ke penginepan
dan ternyata kamar masih belum ready.
Ah elah!
Gue pun mencoba menanyakan
peminjaman motor di penginapan ini dan bertemu dengan seorang Ibu. Saya
bertanya apakah masih ada motor yang bisa dipinjam dan si Ibu langsung menjawab
masih ada sambil menunjuk Honda Vario Putih yang udah lecet-lecet. Omegat! Shock-nya lagi ketika si Ibu memberikan harga ke gue, yaitu 150
ribu untuk 24jam. Whaaat!! Anj*r mahal
banget! Gue pun menawar kepada si Ibu dan usaha itu sia-sia, yasudah apa daya
akhirnya dengan berat hati gue memberikan uang 150 ribu kepada si Ibunya. Ini
motor beneran tampak luarnya aja udah nggak meyakinkan karena bodinya udah lecet dimana-mana, ditambah itu kaca spion (ya ampun cuma jadi hiasan doang nggak bisa
dipake), pegangan belakang pun udah nggak ada. Belalang tempur banget ini motor!
Akhirnya sekitar jam setengah 9,
kamar double bed di lantai 2 pun siap
untuk digunakan. Gue balik ke kamar bocor dan banjir itu ternyata temen udah
geleparan tidur di kasur kayak orang mati. Masuk ke kamar yang enakan dikit, tidur-tiduran sebentar, dan mandi, siap-siap cus
karena hari udah lumayan siang, destinasi pertama adalah Palawa (desa adat). Pas pertama kalinya bawa motor sewaan itu bener aja dong kagak enaaaak!!
Arghhhh!! Aya aya wae! Nah sebelum terlalu jauh dari kota, kita mampir ke Indomaret dulu untuk beli minum dan setelah itu mampir ke pom bensin juga. Nah di pom bensin ini nih pake ada acara yang ngeselin banget, ngantrinya lama
banget njir. Ada kali gue 20 menitan cuma buat ngantri isi bensin doang.
Ternyata yang bikin lama adalah banyak banget orang yang ngisi bensin di jerigen tapi antrinya di line motor bukan mobil, parahnya lagi antriannya cuma satu baris. Arghhhhhh gue udah bosen banget nungguin! Posisi motor udah di
tengah-tengah, pengennya keluar tapi susah karena udah kejebak, ah elah tau gitu gue isi eceran aja
dah, bukan motor gue ini. Rrrrrr!! Selama gue nunggu, ada yang lucu deh di sini, yang
ternyata orang-orang bermobil di Toraja masih menggunakan teknik bergoyang dangdut pas
mobilnya diisi bensin. Padahal sejatinya nggak berpengaruh banyak mobil
digoyang-goyangkan saat bensin diisi. Wkwkwk…
Bensin udah keiisi, lanjut
perjalanan menuju Palawa. Dari Rantepao ke Palawa butuh waktu sekitar 40-50
menit dengan jalan yang berliku dan banyak yang rusak. Rusaknya jalanan karena
ternyata banyak truk-truk pengangkut batu-batu kapur yang lalu lalang lewat. Sesampainya di Desa Adar Palawa, gue bayar retribusi 10 ribu kepada Ibu yang berjaga di sana. Kita
kemudian diajak masuk ke dalam rumah adat Toraja (rumah Tongkonan) yang ternyata si Ibu tadi menjual berbagai souvenir khas Toraja. Si Ibu menunjukkan
berbagai kain-kain tenunnya yang dijual 250 ribu dengan ukuran 2x3 meter apa
yang kalau nggak salah. Karena kita nggak berniat membeli apapun di sana, akhirnya kita hanya melihat-lihat, bertanya, dan memohon izin untuk turun mengambil foto di bawah. Si Ibu tersenyum dan mempersihlahkan kami.
Selesai dari Palawa, destinasi
selanjutnya adalah Bori Kalimbuang yang merupakan situs batu megalitikum yang
masih ada di Indonesia. Oh iya, jangan harap ada sinyal hp ya di Toraja ini,
gue saranin pakai Telkomsel, karena sinyal lainnya benar-benar nggak bisa
diandalkan di sini. Percaya deh sama gue! Kalau mau berlibur di Toraja jangan
ngandelin GPS kalau lo pakai provider lain selain Telkomsel. Hal itu terjadi
sama gue dan temen yang pakai Indosat dan XL, kita berdua kelimpungan satu sama
lain karena awalnya kita akan mengandalkan GPS untuk pergi ke satu tempat ke tempat yang lain. Namun apa daya, boro-boro nyambung internet, sinyal aja putus nyambung. Bertanya kepada penduduk sekitar menjadi andalan utamanya, walaupun
terkadang mereka tidak mengerti apa yang kita maksud dan begitu sebaliknya. Hiks!
Nyasar kesana kemari, sampai
akhirnya kita sampai di Bori Kalimbuang berkat petunjuk seorang anak sekolah
yang mengerti apa yang kami maksud dan tuju. Nah, di dalam area Bori Kalimbuang ini juga ada baby grave dan rumah adat Tongkonan
dengan 1000 tanduk kerbau, hanya perlu berjalan kaki saja. Nah, sewaktu berjalan di kawasan ini, ada keramaian di
sebuah rumah yang kemudian kami bertemu dengan seorang mbak-mbak yang bertanya “mau
kemana” kepada kami. Saya pun balik bertanya tentang keramaian di rumah
tersebut, yang ternyata sedang ada rapat tahunan pariwisata di wilayah Bori
Kalimbuang. Oh baiklah!
Ketemu sodara kembar! |
Masih satu area, jalan kaki lewat kebun cokelat! |
Nggak mistis, padahal ini kuburan dan di dalemnya adalah mayat |
Perut mulai nggak bersahabat dan
mulai mencari sebuah warung makan yang buka. Nah sepanjang perjalanan yang kita
lalui setelah dari situs megalitikum ini keren banget, pemandangan pegunungan ditambah cantiknya rumah adat
Tongkonan bikin gue berdecak kagum. Mungkin kalau nggak ada rumah-rumah adat itu,
pemandangannya ya hampir sama seperti kebanyakan scenery di pulau Jawa. Mencari dan terus mencari warung makan di sepanjang jalan, yang ternyata nggak semudah mencarinya ketika di pulau Jawa. Di Jawa mah, setiap beberapa meter pasti ada yang jualan makanan walaupun itu di jalanan desa. Tapi nggak di Toraja, sepi banget dan nggak ada yang jualan, walaupun itu cuma warung Indomie. Kagak ada! Sampai akhirnya kita melihat sebuah warung
makan muslim di sebuah pertigaan jalan yang lumayan ramai. Gue pesen mi goreng
dan temen pesen bakso, nggak ada harapan berlebih sama warung ini, karena gue pikir ya biasa aja mi goreng atau bakso pada umumnya. Tapi semuanya itu berubah ketika pesanan diantarkan ke meja, mata melotot karena melihat porsi yang benar-benar banyak (antara seneng dan kaget sih gue!) hahaha.... Selain itu ada yang unik dan baru pertama kalinya gue lihat penyajian seperti ini, yaitu baksonya dan mi gorengnya ditambah satu butir telur rebus. Hoho... Mi goreng berwarna kemerahan yang gue pikir adalah
bumbunya, tapi ternyata salah, baru satu sruputan dan mulut gue langsung
kebakar. Gile ini pedes banget! Enak sih bumbunya emang terasa banget, tapi nggak seimbang sama pedesnya campuran cabenya. Ternyata emang bener yang kata orang kalau
cabe-cabe di Toraja itu punya tingkat kepedasan yang berkali-kali lipat dari
cabe lainnya. Sumpah deh nggak bohong gue pedes banget itu mi goreng,
sampai-sampai gue butuh jeda makan sekitar 5 menit setiap sekali suap. Satu botol air
mineral dingin dan satu botol frestea pun
habis untuk melawan rasa pedes yang luar biasa kejam itu. Harga seporsinya 18
ribu, menurut gue enak sih bumbunya juga kerasa banget dan cocok banget ini mah buat yang suka pedes ekstrim. Makan tu rasanya jadi bergairah dan bersemangat!
Biasa aja kan, nggak ada yang spesial kalau dari luar mah |
Warung bagian dalemnya juga biasa aja |
Mulai nih yang spesial, porsinya cui! |
Ini nih mi goreng merah membara yang bikin kebakaran mulut! |
Nggak jauh setelah cabut dari
warung makan itu, tiba-tiba hujan deres turun nggak pakai basa-basi. Berhentilah
gue di depan warung kecil yang tutup, hampir sekitar 1.5 jam gue neduh karena
itu hujan deres nggak berhenti-berhenti. Nah lucunya, di warung yang gue buat
neduh, sampingnya adalah toko kelontong yang setelah gue tanya jual jas hujan
plastik. Yaelaaaaah kenapa nggak daritadi sih kepikiran! Dodol lu ki! Kocaknya
pas gue beli, hujannya berhenti dong! Ah kampret! Arghhhhh…!!
Lanjut gantian sekarang temen nyetir motor dengan jalanan rusak yang licin, kita mau menuju Lokomota yang ternyata sangat-sangatlah jauh dan berada di atas bukit. Jalanan menanjak, sempit, terjal, curam, hutan-hutan, lembap, gelap, kita lewatin dengan perlahan. Nggak masalah sebenarnya itu semua, tapi yang jadi masalah adalah suhu udaranya yang beneran semakin dingin nusuk ke tulang. Walaupun memang terkadang ada beberapa kali pemandangan yang membuat gue berdecak kagum, sampai-sampai gue tepuk pundak temen supaya berhenti sebentar buat mengambil gambar.
Pemandangan khas Toraja! |
Hijau sejauh mata memandang |
Dari jepretan kamera bagus, aslinya? jauuuh lebih bagus lagiiii... |
Kelihatannya panas? Ini aslinya dingin banget sumpah |
Sampai kita tiba di
daerah Batutumonga yang mulai banyak bermunculan hotel dan resort mahal di sini. Lokomota ternyata letaknya berada di pinggir
jalan persis dan ketika kita sedang asik-asik berfoto tiba-tiba banyak
anak-anak kecil yang nyamperin.
“Om, uang om, minta uang om!”
“10 ribu om! Uang om!”
Pertama kali gue pikir ini anak
minta uang buat mereka jajan, membuat gue bilang “ada yang mau di foto nggak?”,
sontak semua anak-anak itu teriak “mau
om, mau saya saya saya!” Huahahahahah….. seru banget ini bocah-bocah di
ajak foto. Satu, dua jepretan berhasil dan mereka seneng banget ketika ngeliat
wajah-wajah polos mereka di layar kamera. Eh ada yang nyeplos lagi “om foto lagi dong om! Boleh nggak?”,
hahahahhaa…. Yasudah apa daya, walaupun baterai kamera tinggal satu merah
kedip-kedip, nggak apalah yang penting mereka seneng. Sebelum pisah, akhirnya
gue kasih uang kepada anak-anak ini. Mereka loncat-loncatan seneng banget, tapi
lucunya ada bapak-bapak naik motor lewat yang marah-marahin mereka karena
mungkin ngeliat mereka pegang uang dari yang kita kasih. Duh pak! Nah, ternyata
uang-uang itu bukan buat mereka lo, nggak jauh dari lokasi foto tadi ada sebuah
kotak retribusi yang kita nggak melihatnya di awal. Anak-anak itu sudah ada di
sana dan memasukkan uang-uang kita ke dalam kotak retribusi itu. Ya ampun!
Pulang dari Batutumonga ngelewatin turunan yang
bener-bener curam dan bahaya banget kalau nggak hati-hati. Nyampe di Pasar
Rantepao sekitar jam setengah 5 sore dan blusukan nyari oleh-oleh di sini.
Sebelumnya gue udah janjian sama temen yang tinggal di Pare-Pare katanya mau
dateng ke Toraja. Sekitar jam 6 sore, gue jemput si Aji yang naik mobil dari
Pare-Pare selama 5 jam perjalanan. Omegat!
Sampai di penginapan niat awalnya langsung mandi dan nyari makan malem. Tapi
tiba-tiba “byarrr peeet!!” listrik
seketika mati satu Toraja. Wahahahahahaha…!!! Bener-bener gelap gulita, bukit
salib yang ada tulisan Toraja Utara-nya pun sama sekali lenyap tak terlihat. Hampir
ada setengah jam lebih, sampai pihak penginepan membawakan kami sebuah lilin.
“Ini kapan nyalanya ya?”
“Please, nyala dong!”
Gue yang memohon-mohon karena semakin lama udara semakin
dingin dan merinding. Gue ngebayangin di Toraja ini mistisnya kuat banget,
kebayang kuburan-kuburan batu yang penuh tengkorak. Kyaaaa…!! Untungnya pencerahan itu segera datang, listrik kembali
menyala dan kami pun segera bergantian untuk mandi dan siap buat cari makan
malem. Aji ngajak ke sebuah warung makan namanya Pong Buri yang katanya enak
dan udah jadi langganannya.
Ternyata lokasi warung makan Pong
Buri ini nggak jauh dari Wisma Maria 1, hanya berbeda beberapa blok/gang aja.
Di sini emang jual olahan daging babi, tapi juga jual olahan ikan yang dimasak
seperti bumbu semur. Gue sih nggak terlalu ribet dan mempermasalahkan satu
warung yang menjual babi ya, tapi mungkin ada sebagian orang yang nggak mau
akan hal ini. Rasa bumbu ikannya enak, tapi yang bikin semangat makan kali itu
adalah sambelnya. Kata si Aji sambelnya terbuat dari cabe Toraja yang
sebelumnya gue bilang terkenal pedasnya. Aroma sambel cabenya juga beda dan
nyengat banget pedasnya, tapi bikin makan jadi nikmat!
Penampakan warung Pong Buri di Rantepao |
Ikan dan babi di Pong Buri (itu sambel merahnya pakai cabe Toraja yang amit-amit pedesnya!) |
Setelah dari Pong Buri, niatnya
kita mau ngopi-ngopi cantik karena momennya juga lagi malem minggu saat itu.
Temen direkomendasiin warung kopi Toraja yang enak di Rantepao, tapi hampir
setengah jam muter-muter nyari kita nggak ketemu itu warung yang dimaksud.
Daripada kita harus balik ke penginapan karena the night is still young, akhirnya kita berhenti di sebuah warung
kopi yang berada di dekat lapangan bakti. Ya ampun isinya rata-rata bocah
semua, ngerokok lah, minum lah, pacaran lah. Yaelah tong! Kita bertiga pesen
kopi susu, kentang goreng, dan roti bakar. Apesnya udah pesenan dateng hampir
setengah jam dan rasa kopi susunya mirip rasa kopi starling (starbucks keliling), sumpah deh mirip
banget kopi sachetan. Fail! Gagal!
Lanjutannya di sini --> Di atas awan ku berada, menyambut wakil presiden Jusuf Kalla, sampai Buntu Burake dengan segala lelahnya
Comments
Post a Comment