Martabak HAR H.Abdul Rozak, Palembang: Apakah Antriannya Sebanding Dengan Rasanya?

martabak har palembang


Masuk salah satu list kuliner yang harus dicoba selama di Palembang, Martabak Har menjadi yang pertama kali diicip. Bukan karena apa, tapi gue sampai di Palembang pas lebaran hari kedua dan susahnya mencari makan saat itu beneran bikin kesel. Di hari kedua lebaran, semua tempat makan atau kuliner-kuliner enak di Palembang masih tutup dan Martabak Har H.Abdul Rozak-lah yang buka di hari lebaran kedua (Anda diberkati wahai sang pemilik).

Selepas waktu Maghrib gue menuju ke Martabak Har H.Abdul Rozak yang berada di Jalan Jenderal Sudirman. Lokasinya berada di sebuah ruko dan berada di pojokan, ada di kiri jalan kalau mengarah ke Jembatan Ampera/Sungai Musi. Gampang buat menemukannya, wong nggak sore nggak malam, di depannya selalu rame banget sama orang-orang yang ngantri mau masuk ke dalam buat makan dan penuh sama motor/mobil yang parkir di sana. Sebenernya gue agak sedikit males waktu itu liat antriannya, masuk ke dalam kita bisa pilih mau duduk di lantai bawah atau di lantai atas. Gue memutuskan untuk ke atas, karena nggak sanggup liat umpel-umpelannya orang di bawah. Asli nggak bohong, penuh dan crowded banget!
martabak har abdul rozak palembang
kelihatannya aja sepi, tapi sebenernya di dalem ruameee banget
Bete melihat orang yang umpel-umpelan di bawah, sekaligus gue mikir "gimana cara pesannya?", karena selama gue perhatiin di Martabak Har ini nggak ada buku menu atau nomor antrian dan semacamnya (hmm...). Merhatiin orang-orang yang datang dan pesan, ternyata cara pesan Martabak Har ini kita tinggal bilang aja mau berapa porsi dan tunjuk duduk dimana, si pelayan bakal mengantar pesanan kita. Simpel banget kan? But wait....

Gue melakukan metode yang sama dengan orang-orang, bilang ke si pelayan berapa porsi dan duduk di sebelah mana. Oke, gue tunggulah di atas, tapi selama gue nunggu, pertanyaan di pikiran terus membelenggu "gimana cara si pelayannya tau kalau gue yang pesan?", "gimana cara si pelayannya tau gue urutan ke sekian?", apa iya ingatan si pelayannya sebegitu kuatnya? Gue masih positive thinking aja tuh menunggu pesanan datang;

10 menit berlalu………………..
20 menit berlalu……………….. *tiktok mulai bete
30 menit berlalu………………… mulai sebel karena laper
40 menit berlalu………………… gue akhirnya ke bawah, ngomel

Bener aja! Di bawah chaos-nya nggak karuan, yang masak ngasih piring ke mana aja, ke mereka yang baru datang atau yang udah dari tadi. Iyalah, nggak ada tracking-nya. Kan bener terjadi apa yang gue pikir di awal, “ini bakalan lama dan nggak keurus kalau sistem pesannya begini”. Akhirnya dengan betenya gue mencoba ramah kepada pegawai yang masak di depan kompor dan ke pegawai yang naruhin martabaknya di piring. Taraaaa…well gue dapet cepet 4 piring sekaligus buat dibawa ke atas. Jadi? Ngapain dari tadi gue nungguin nggak jelas sampai setengah jam lebih sendiri, grrhhhhh….
martabak har abdul rozak
minta aja udah langsung ke si mas-masnya kalo lagi rame banget
Oke sudah, sekarang mari bahas si Martabak Har-nya ini. Kalau gue liat di bawah tadi, isi martabaknya ini adalah telur bebek (kalau nggak salah 2 telur dalam 1 porsi) dan setelah matang disiram dengan kuah kari yang sedikit kental. Rasanya? Hmm….apa ya…. Menurut gue sih biasa aja (ini review subjektif lo ya). Rasa martabaknya itu sendiri cenderung flat, andaikan bisa lebih asin atau gurih sedikit. Kuah kari kentalnya juga kurang rasa, mungkin bagi sebagian orang suka ini (rasa kari yang nggak kuat). Nah, harapan gue ada rawit potong yang bisa sedikit menambah rasa Martabak Har yang gue makan, eh tapi kok? Sama sekali nggak pedes. Lah kok? Iya, ternyata potongan cabe ijo yang ada di meja ini bukan cabe rawit, tapi cabe ijo panjang, zonk!
martabak har haji abdul rozak
lah kok cabe ijo panjang, sama sekali nggak pedes
martabak har haji abdul rozak palembang
telornya masih setengah mateng, mayan lah
So, well menurut gue Martabak Har ini ada yang “kurang” apa gituu, yang ternyata jawabannya terjawab ketika gue bayar. Di kasir gue melihat ada mangkok di meja yang isinya cairan berwarna hitam dan pas gue tanya ke pegawai kasirnya ternyata itu adalah kecap asin, jiaaaaah! Iya, itu yang gue butuhkan pas gue makan Martabak Har tadi, ah elah! Salahnya adalah, meja makan di lantai atas sama sekali nggak ada mangkok kecil yang isinya kecap asin itu, yang ada cuma mangkok yang isinya potongan cabe ijo doang. Iyalah kitanya nggak ngerti, ah sudahlah.

Satu porsi Martabak Har ini harganya 20.000 Rupiah, yang menurut gue cukup mengenyangkan. So, kalau ke Palembang, emang harus dicoba sih, tapi inget ya (inget!) campurin dengan sedikit kecap asinnya. Selamat mencoba!

Martabak Har : (7 dari 10)

Comments