Dilema Berkembangnya Infrastruktur di Indonesia Timur

Nah masih berkaitan dengan artikel yang sebelumnya saya tulis, dimana kita mengharapkan adanya pemerataan pembangunan khususnya di bidang transportasi pada wilayah timur Indonesia. Kita berharap penerbangan ke wilayah timur bisa menjadi sama rata dengan penerbangan ke wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Melakukan penerbangan ke wilayah timur tanpa harus berhenti di bandara kota sebelah dan melanjutkannya lagi dengan pesawat ATR ke kota kecil atau wilayah lain yang kita ingin tuju. Lalu, harga tiket penerbangannya pun diharapkan bisa lebih murah dari sebelumnya dengan adanya pembangunan bandara di wilayah-wilayah Indonesia Timur.

Namun hal ini menjadi sebuah dilema tersendiri, ketika semuanya benar-benar terealisasi. Loh mengapa? Padahal kan kita mengaharapkan semua itu? Ya, “kita” dalam kalimat tanya tersebut adalah kita yang benar-benar menjadi traveler pintar dan bertanggungjawab. Apa maksudnya traveler pintar dan bertanggungjawab? Ya, traveler yang benar-benar menjaga etikanya ketika bepergian ke suatu tempat dan menjaga tempat tersebut agar tidak kotor atau bahkan terjadi kerusakan.

Nggak perlu saya sebutin lagi disini, karena sebelumnya saya pun sudah pernah menulis dan membahas mengenai hal seperti ini (Dilema dan Ironisnya Promosi Pariwisata di Media Sosial dan Televisi). Ya seperti itulah orang-orang yang mengaku traveler, namun hanya mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan hal lainnya. Mereka sangatlah tidak menguntungkan, namun justru merugikan orang lain dan tempat yang mereka kunjungi. Mereka hanya mengejar eksistensi dan kepuasan pribadi semata.

Yang ditakutkan dan dicemaskan disini adalah ketika “mereka” berhasil serta mampu menggapai tempat-tempat indah tersebut di wilayah Indonesia Timur, dengan akses yang mudah dan harga tiket yang murah. Ketika saat ini wilayah Indonesia Timur hanya bisa dicapai oleh traveler yang mempunyai financial lebih, yang tentunya rata-rata dari mereka memang mempunyai pendidikan tinggi dan etika yang lebih baik. Hal itulah yang membuat wilayah dan kawasan wisata di daerah timur Indonesia saat ini masih tetap terjaga keasrian dan kealamiannya. Tentunya kita tidak mengharapkan Raja Ampat, Desa Wae Rebo, Bunaken, dan lainnya rusak seperti halnya Ranu Kumbolo yang sekarang penuh sampah atau Pulau Sempu yang sudah tidak alami lagi. Memang, hal itu nantinya tidak akan bisa terhindari ketika semuanya benar-benar terealisasi. Bandara besar dibangun, penerbangan maskapai langsung, dan harga tiket yang murah.


Terlepas dari sisi negatif yang sudah dibahas diatas, maka coba kita lihat dari sisi positif dari pembangunan di wilayah Timur Indonesia ini. Jelas dan yang paling utama adalah bertambahnya pemasukan kas negara dari pajak (mulai dari pajak bandara, maskapai, makanan, dll). Semakin banyak wisatawan yang bepergian ke Indonesia Timur baik lokal maupun mancanegara, maka akan semakin banyak pula pemasukan negara karenanya. Tidak hanya pemasukan negara, kas pemerintah daerah pun akan semakin meningkat. Kemajuan pesat pun seharusnya akan terjadi pada daerah-daerah yang mempunyai financial dari penggalakan pariwisata yang pesat ini.

Kedua adalah harga-harga bahan kebutuhan pokok yang semakin terjangkau dan mungkin menjadi sama rata dengan semua wilayah yang ada di Indonesia. Karena dimana kita tahu harga dan biaya hidup di wilayah Timur Indonesia ini sangatlah mahal dibandingkan biaya hidup di pulau Jawa. Penyebabnya ya itu tadi, masalah sulitnya dan mahalnya transportasi untuk menjangkau wilayah tersebut. Sehingga harga jual barang dan makanan disana adalah harga yang termasuk dengan biaya transportasi pengirimannya.

Keuntungan yang didapat tidak hanya bagi kawasan Timur Indonesia saja, pemerataan pembangunan ini juga akan menghasilkan simbiosis mutualisme. Keuntungan juga akan didapat oleh kota-kota besar, khususunya di pulau Jawa. Saya jelasinnya gini deh, misalkan saat ini restoran atau hotel di Jakarta masih mengambil pasokan bahan mentah seperti lobster atau ikan tuna dari wilayah timur dengan harga yang mahal, maka nantinya mereka dapat mereduksi pengeluarannya dengan harga yang lebih murah. 

Ketiga, tidak adanya lagi jurang pemisah yang besar antara wilayah barat, tengah, dan timur. Semua menjadi sama rata, mulai dari pendidikan, fasilitas, sanitasi, dan bahkan masalah kesamaan hukum. Karena kalo nggaksalah denger (*correct me if I’m wrong), di Irian/Papua mereka masih menggunakan hukum rimba sebagai penentunya. Serem kan! Nah sekarang, dari kesemuanya, baik dan buruknya pembangunan infrastruktur di Timur Indonesia ini, balik lagi ke pribadi masing-masing. Apakah kita bisa menjadi seorang yang mempunyai tanggung jawab dan etika saat berkunjung ke suatu tempat?


Be a Smart Traveler, guys!

pict 1 source: http://travel.detik.com/
pict 2 source: www.campuranhumor.blogspot.com

Comments