[BALI Day 1] Kereta Sri Tanjung yang Tak Kunjung Sampai
KA Sri Tanjung
(Lempuyangan – Banyuwangi)
Minggu, 8 SEPTEMBER 2013
K3AC-3/4D-4E
-----------------------------------------------------------
(Lempuyangan – Banyuwangi)
Minggu, 8 SEPTEMBER 2013
K3AC-3/4D-4E
-----------------------------------------------------------
Susah payah menabung untuk bisa backpackeran di Bali
menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi gue pribadi. Tantangan karena harus
menabung dengan menyisihkan uang jajan dari orang tua karena saat itu gue masih
berkuliah. Pada hari H keberangkatan pun menjadi hari yang luar biasa bagi gue,
kenapa? Ya, karena beberapa hari sebelumnya gue baru saja mendapatkan tanda
tangan pengesahan dari dosen penguji yang terkenal killer untuk
skripsi S1 gue. Apa spesialnya? Gara-gara dosen itu gue batal wisuda do bulan 8
dan akhirnya harus di wisuda pada bulan 11. Liburan kali ini bakal nge-refresh pikiran
banget setelah kurang lebih selama 7 bulan berjibaku dengan, materi, buku
teori, dan sidang skirpsi, yeaaaaa!
Suka Cita Berangkat ke Bali
Jam 6 pagi jalan kaki menuju kosan temen yang jaraknya lumayan jauh, tapi
hal tersebut nggak terasa melelahkan karena melewati SunMor (Sunday
Morning) UGM. Apa itu SunMor? Ya di sini seperti pasar tumpah kalo
bisa dibilang, namun yang berjualan rata-rata dari mereka para mahasiswa yang
kreatif dan mencari uang jajan tambahan. Kaki-kaki menapaki jalan dengan
indahnya dengan tas carrier yang super besar. Pada awalnya,
setelah sampai di kosan temen, gue masih harus melanjutkan jalan kaki menuju Stasiun
Lempuyangan. Niatnya memang untuk mereduksi pengeluaran, daripada harus
menitipkan motor atau menggunakan angkutan umum. Tetapi alam berkata lain, gue
melupakan sesuatu hal di kamar kosan, yaitu face wash dan earphone.
Mau nggak mau harus balik lagi ke kosan untuk mengambilnya, ya, dengan berjalan
kaki lagi, haha. Akhirnya membuat gue memutuskan untuk mengambil motor aja dan
menitipkannya di stasiun, wkwkwk.
Suasana Stasiun Lempuyangan di pagi hari |
Kereta ekonomi yang murah meriah |
Gue sampai di Stasiun Lempuyangan pada pukul 07:30 dan kereta akan
berangkat pada pukul 07:45. Oh ya, gue mendapatkan kursi 4D-4E yang sebelumnya
kami berdua sudah ribut duluan siapa yang duduk di samping jendela dan siapa
yang duduk di dekat lorong. Beruntungnya, kursi kami menghadap ke arah yang
sama dengan kereta melaju. Berangkaaaat!
Kemerlap Bintang dari Sang Penjual Pecel Madiun
Ompol Berkah dari Anak Kecil
Kemudian, kereta berjalan dengan kecepatan yang lebih pelan saat melewati bendungan lumpur lapindo. Dimana menurut gue tinggi dari bendungannya sudah seperti rumah bertingkat 2 dan 3. Hati merasa terenyuh dengan para korban yang rumahnya tenggelam oleh lumpur dan nggak mendapatkan ganti rugi setimpal. Oke, selepas Sidoarjo, hari sudah beranjak gelap dan matahari pun siap meninggalkan kami dari ufuk barat. Rasa lelah dan bosan semakin menyeruak kala itu dan kami berdua sudah bercanda nggak karuan tentang kapan ini kereta sampai, yang ternyata kami sadari masih 4 - 5 jam lagi lamanya.
Kereta berangkat tepat pada pukul 07:45 dengan cuaca yang cerah dan
sangat mendukung perjalanan menuju Banyuwangi saat itu. Selepas meninggalkan
Jogja, pemandangan hamparan sawah hijau mulai hadir dan angin AC pun berhembus
dengan dinginnya di dalam kereta ekonomi ini. Sampai Stasiun Solo Jebres, 2
kursi di depan gue yang tadinya kosong mulai terisi oleh seorang Ibu dan
bapak-bapak yang ramah menyapa kami berdua. Kereta kemudian berhenti lagi di
Stasiun Madiun, nah di sini godaan luar biasa terjadi karena banyak penjual
pecel yang berlalu lalang menawarkan dagangannya. Pada awalnya gue berniat
ingin membelinya, namun gue kembali berpikir kalau gue nggak terlalu lapar dan
di sisi lain juga harus menghemat pengeluaran, sedih ya.
Selepas Madiun, gue mulai ngantuk karena memang bosan dan cuaca di luar kereta
sangatlah panas. Kemudian, kereta kembali berhenti cukup lama di Stasiun
Surabaya Gubeng dan pertama kalinya gue berada di Kota Surabaya. Walaupun hanya
melihat dari dalam kereta, senggaknya gue sudah tahu Surabaya itu seperti apa.
Melihat kota Surabaya sampai ke Sidoarjo menjadi pemandangan lain dari dalam
kereta, karena memang jalur rel-nya berada persis di samping jalan raya. Oh
iya, apesnya di Surabaya Gubeng ini kepala kereta pindah. Alhasil membuat kami
yang tadinya duduk searah dengan laju kereta, kini kami duduk seperti berjalan
mundur dan itu rasanya nggak enak.
Ompol Berkah dari Anak Kecil
Seorang Ibu yang duduk di depan kami dan membawa anaknya itu mengajak
ngobrol kami berdua cukup lama, ya lumayan lah sebagai penghilang penat kami di
kereta saat itu. Anaknya pun bermain-main dengan kami berdua, sampai akhirnya anaknya
Ibu itu mengompol dan terkena celana kami berdua karena menempel-nempel terus
dengan kami, tidaaaaak!!
Kemudian, kereta berjalan dengan kecepatan yang lebih pelan saat melewati bendungan lumpur lapindo. Dimana menurut gue tinggi dari bendungannya sudah seperti rumah bertingkat 2 dan 3. Hati merasa terenyuh dengan para korban yang rumahnya tenggelam oleh lumpur dan nggak mendapatkan ganti rugi setimpal. Oke, selepas Sidoarjo, hari sudah beranjak gelap dan matahari pun siap meninggalkan kami dari ufuk barat. Rasa lelah dan bosan semakin menyeruak kala itu dan kami berdua sudah bercanda nggak karuan tentang kapan ini kereta sampai, yang ternyata kami sadari masih 4 - 5 jam lagi lamanya.
Setelah sampai di Stasiun Jember, para penumpang mulai turun dan kereta
pun semakin sepi. Si Ibu yang membawa anaknya pun juga akan turun sebelum
stasiun terakhir Banyuwangi Baru. Pada pukul 21:30 kami tiba di tujuan akhir
kereta Sri Tanjung dan hanya ada beberapa penumpang saja yang turun. Mereka pun
rata-rata membawa carrier-carrier besar seperti kami, entah
mungkin mereka akan ke Ijen atau juga akan menyeberang ke Bali.
Tiket Sri Tanjung : Rp 50.000
Beli Jajanan + Aqua : Rp 20.000
Beli Pop Mie : Rp 10.000
TOTAL PERORANG : Rp 80.000
Goyangan Maut Kapal Ferry
Perjalanan Ekstrem ke Denpasar
Supir Angkutan Nan Baik Hati?
PENGELUARAN:
Ferry ke Gilimanuk : Rp 8.000/orang
Bis ke Denpasar : Rp 30.000/orang
Angkutan ke Kuta : Rp 25.000/orang
Losmen Arthawan 3 hari : Rp 150.000 (*100.000/orang x 3 hari : 2 orang)
TOTAL PERORANG : Rp 213.000
Beli Jajanan + Aqua : Rp 20.000
Beli Pop Mie : Rp 10.000
TOTAL PERORANG : Rp 80.000
(Ketapang – Gilimanuk – Denpasar - Kuta)
Senin, 9 SEPTEMBER 2013
Setelah itu, kami berjalan kaki dari Stasiun Banyuwangi Baru menuju ke
Pelabuhan Ketapang. Jaraknya nggak jauh, hanya perlu sekitar 5 menitan untuk
bisa ke pelabuhan. Niatnya memang kami akan mencari penginapan terlebih dahulu
dan baru menyeberang di keesokan paginya. Alasannya karena gue ingin menikmati
pemandangan di pagi hari dari atas kapal ferry. Namun berhubung
badan sudah terasa lelah saat itu, jadi kami memutuskan untuk langsung
nyebrang. Memang yang menjadi masalah adalah ketika tiba di Terminal Ubung
tengah malam atau masih terlalu pagi, di sana belum ada transportasi umum yang
tersedia. Tetapi kami nekat dan membeli tiket kapal seharga 8.000 Rupiah. Petugas
pun memperingatkan kami agar segera menuju kapal, karena kapal sebentar lagi
mau berangkat. Oke, pindah pulauuuu!
Goyangan Maut Kapal Ferry
Kami pun berlarian dengan membawa carrier besar menuju
kapal dan kemudian naik ke geladak depan, ngobrol dengan seseorang yang
sebelumnya bertemu di pelabuhan. Arus air laut saat itu lagi nggak bersahabat,
membuat kapal yang kami naiki bergoyang cukup kencang. Dimana hal itu membuat gue
untuk masuk ke dalam dan selonjoran sambil mendengarkan lagu dangdut yang
berdendang. Tidur belum terlelap pules, gue udah dibangunin oleh temen karena
kapal sudah hampir merapat ke Pelabuhan Gilimanuk. Nah mas-mas tadi menawarkan gue
untuk ikut dengannya karena juga akan pergi ke arah Kuta. Oke, beruntungnya
kami ada yang bisa diandalkan di sini, karena si masnya bilang kalau dia udah
sering pergi ke Bali dengan kapal.
Perjalanan Ekstrem ke Denpasar
Setibanya di pelabuhan, udah banyak banget yang nawarin berbagai macam
transportasi menuju Denpasar dan kota-kota lain di Bali. Sampai pada akhirnya
kami bertiga deal2an dengan seorang bapak yang menawarkan bis ke
Denpasar. Kami pun setuju dan keluar pelabuhan dengan melewati pengecekan KTP. Gue
berpikir kalau bis yang akan kami naiki adalah bis besar, kalau pun itu nggak
ber-AC senggaknya adalah bus besar. Eh lah dalaaaah, ternyata bis yang kami
akan naiki menuju Denpasar adalah bis kecil dan saat itu sudah penuh dengan
penumpang. Namun, si bapak meyakinkan kami kalau bisnya masih muat, what! Gue
pun bilang ke si bapak kalau kami nggak masalah menunggu bis selanjutnya
daripada kami harus berdesak-desakan di bis kecil ini dan duduk atau berdiri nggak
nyaman selama 3 - 4 jam menuju Denpasar. Namun, si bapak memberi tahu kalau bis
selanjutnya datang masih lama. Entah benar atau nggak, akhirnya kami pun
terpaksa naik ke bis itu dan gue duduk jongkok di depan samping supir. Temen gue
mendapatkan kursi yang lumayan nyaman, sedangkan gue duduk di atas kap mesin
yang terasa panas di pantat, jadi membuat gue berulang kali harus mengangkat
pantat selama perjalanan, hiiiksss...!!! Perasaan campur aduk banget saat itu,
karena memang udah lelahk karena perjalanan kereta sebelumnya dan terlebih lagi
tas kami ditaruh di atap bis yang gue nggak lihat apakah itu diiket atau nggak.
Parahnya lagi bis kecil ini udah beneran bobrok dan jelek banget, terlebih si
supir ngebut dan ugal-ugalan bawa bisnya. Satu lagi hal yang bikin gue beneran
nggak karuan, knalpot kan seharusnya berada di belakang, tapi entah kenapa asep
bis itu masuk ke dalem kabin dengan bau yang bikin pusing kepala, oh
god!
Supir Angkutan Nan Baik Hati?
Sekitar jam 3 pagi kami tiba di Terminal Ubung, Denpasar. Ya bener aja,
saat itu sama sekali nggak ada angkutan umum. Alhasil membuat kami bertiga
(masih dengan mas-mas yang kami temui di pelabuhan), menunggu di depan
Indomaret yang berada di seberang terminal. Tiba-tiba, banyak orang-orang yang
silih berganti menawari kami transportasi menuju Kuta, mulai dari ojek, taksi,
sampai angkutan umum dengan sistem charter.
Ketika itu gue berpikir kalau lebih baik menunggu sebentar hingga matahari
terbit, karena memang alasan terbesarnya adalah bisa mengurangi pengeluaran.
Namun, kami bertiga berembuk dan berencana untuk patungan biaya transportasi ke
Kuta saat itu. Si mas-nya pun menawar seorang bapak yang memberikan harga
40.000 Rupiah per orangnya. Gue pikir 40.000 per orang itu untuk taksi,
ternyata adalah angkot charter. Si mas itu yang terus ngotot
menawar sampai harga terendahnya yaitu 20.000 per orang, namun si bapak yang
sudah menurunkan harganya sampai 25.000 itu tetap ditolak oleh si mas tadi.
Sebenernya kami berdua untuk 25.000 rupiah per orang nggak masalah, tapi nggak
dengan mas tadi. Mas yang gue lupa namanya itu, kemudian menawar ojek dengan
harga terendah yang sama. (*dalem hati* lah mendingan naik angkutan charter daripada
harga segitu naik ojek, terlebih kita bawa carrier besar). Gue
dan temen nggak mau naik ojek dan kami nggak masalah kalau si mas-nya mau
duluan naik ojek. Akhirnya, karena mungkin nggak enak dengan kami, si mas-nya
ikut kami naik angkot charter dengan harga deal 25.000
per orang. (*kami benar nggak masalah dengan harga segini, lagipula ini masih
jam 3 pagi dan masih untung ada yang mau nganter kita saat itu yang jaraknya
lumayan jauh).
Ada kejadian lucu di sini, gue sama temen duduk di belakang dan si mas
tadi duduk di samping supirnya. Doi mau turun sebelum Kuta (lupa nama
daerahnya), nah sepanjang perjalanan sopirnya diajak ngoceh terus sama doi.
Mungkin mau lebih akrab kali ya, namun hal berbeda ditunjukkan oleh si supir
yang diam dan jutek. Sepertinya si supir males menggubris obrolan-obrolan dari
si mas itu dan kami berdua di belakang pun hanya bisa mendengarkan saja karena udah
pengen istirahat karena badan capek banget. Kemudian, setelah mas itu turun dan
kami berterimakasih kepadanya karena udah bantuin nyari bis saat di pelabuhan.
Nah, tiba-tiba kok si supir mendadak berubah yang tadinya jutek, merengut, tapi
jadi ramah dan malah doi yang ngajak ngobrol kami berdua (tinggal dimana,
kuliah dimana, liburan berapa hari, dll). Hahahahaha... (*gue rasa sih ini
supir nggak suka sama si mas tadi karena emang dia yang nawar kelewatan). Haha,
dasar..
Nah kami diturunkan di perempatan Legian, dimana harus berjalan kaki lagi
menuju Jalan Poppies Lane 2. Sesampainya di penginapan, kami langsung check-in sepagi
itu dan kami ambil 1 kamar untuk 3 hari (9-11 September) dengan harga 100.000
per malamnya. Murah kan?
PENGELUARAN:
Ferry ke Gilimanuk : Rp 8.000/orang
Bis ke Denpasar : Rp 30.000/orang
Angkutan ke Kuta : Rp 25.000/orang
Losmen Arthawan 3 hari : Rp 150.000 (*100.000/orang x 3 hari : 2 orang)
TOTAL PERORANG : Rp 213.000
Comments
Post a Comment