Kamis, 12 SEPTEMBER 2013Day 5: Ubud Monkey Forest, Tirta Empul
Hari yang dinantikan datang, dimana gue membutuhkan ketenangan dari
hingar bingar kehidupan kota besar. I'm coming Ubud!
Diiringi Hujan Menuju Ubud
Sambil mengisi waktu menunggu sarapan pada pukul 8 pagi, gue packing beres-beres
karena hari itu akan pindah penginapan di Ubud. Cuaca pagi itu sedang tidak
bersahabat dan memang benar, ketika perjalanan baru sampai daerah bypass Sanur,
hujan deras pun datang tiba-tiba. Motor sewaan yang kami pinjam pun tidak
mendapatkan jas hujan untuk 2 orang, yang membuat kami memutuskan untuk meneduh
sampai hujan benar-benar reda.
Setelah hujan reda, sepanjang perjalanan menuju Ubud diiringi dengan gerimis
kecil. Suasana setelah hujan pun membuat perjalanan semakin sangat
menyenangkan, pemandangan berbagai rumah adat desa khas Bali dan sawah-sawah
nan hijau membuat hati nyaman dan tenteram. Perjalanan dari Kuta sampai ke Ubud
ditempuh selama 1 jam. Gue pun tiba di Ubud sekitar pukul 9 pagi dan masih
harus kebingungan mencari dimana lokasi penginapannya. Namanya adalah Arjuna
House 2 yang terletak di Jalan Monkey Forest, yang menjadi jalan utama di
daerah Ubud ini. Sebenarnya kami sudah menemukan jalan besarnya, namun harus
masih mencari dimana letak gang lokasi homestay ini berada.
Gue mengetahui penginapan ini dari situs booking.com dengan
harga 110.000 Rupiah per malamnya. Setelah hampir 10 menitan mencari-cari
menggunakan gps, akhirnya kami sampai
di TKP dan sudah ada whiteboard yang bertuliskan 3 nama tamu
dengan daerah asalnya, Swiss, England, dan nama gue dari Indonesia. Gue
langsung disambut dengan seorang Ibu yang sangatlah ramah, Ibu Ketut namanya.
Kemudian kami diantar langsung ke kamar dengan seorang anak yang menawarkan
kami teh hangat atau kopi saat itu (ah
ini luar biasa banget pelayanannya). Gue meminta secangkir teh hangat
yang sangat pas diminum setelah hujan di daerah Ubud ini.
|
setiap pagi bunga-bunga kamboja yang berjatuhan di tata rapi oleh anak sang pemilik homestay |
|
plang di depan Arjuna House |
|
Arjuna House 1 dan 2 ternyata masih dalam satu area |
|
pura pribadi milik Arjuna House |
Nggak Segalak di Uluwatu/Alas
Kedaton
Nggak berlama-lama di homestay, kami langsung keluar pergi
dengan berjalan kaki menuju Ubud Monkey Forest. Jaraknya dari penginapan tidak
terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit dengan berjalan kaki.
Sepanjang jalan lo akan menemui banyak penginapan, restoran, kafe, dan
toko-toko yang menjual berbagai buah tangan unik. Berjalan kaki di trotoar Ubud
ini sungguh nyaman karena nggak ada yang menghalangi.
Sesampainya di lokasi, kami membayar biaya tiket masuk sebesar 20.000 Rupiah
per orang. Kesan pertama masuk ke dalam wisata ini adalah adem dan rindang.
Pohon-pohon besar menutupi sinar matahari yang masuk, sehingga lebih terasa
seperti hutan hujan tropis. Oh iya, menurut gue monyet-monyet di sini lebih
jinak sama pengunjung yang datang, nggak segalak dan senakal monyet di Alas
Kedaton atau Uluwatu.
|
trotoar yang nyaman untuk berjalan kaki |
|
di ujung sana adalah Ubud Monkey Forest |
|
adem dan rindang |
|
mbaknya yang di belakang kok rambutnya serem sih |
|
patung komodo di Ubud Monkey Forest |
|
monkey monkey! |
Di dalam area Ubud Monkey Forest ini juga terdapat Pura yang masih
digunakan untuk beribadah oleh Umat Hindu. Pura ini benar-benar indah dan
terawat, kita hanya perlu membayar sukarela untuk bisa masuk ke bagian
dalamnya. Setelah itu kita akan diberikan sarung kain sebagai tanda kesopanan
saat kita masuk ke Pura ini.
|
pura di dalam Ubud Monkey Forest |
|
abaikan saya... |
|
Pura Dalem Agung |
|
kuburan monyet |
Babi Atau Nggak?
Gue kembali ke homestay untuk mengambil motor sekitar
pukul 11 siang. Rencananya adalah mencari makan siang dan lanjut menuju Tirta
Empul. Mencari makan siang halal di Ubud tidaklah mudah, yang emang nggak makan
babi lo harus selektif. Ubud
berbeda dengan Kuta, jika di Kuta kita masih dimudahkan untuk mencari makanan
halal dari penjual muslim atau rata-rata adalah orang Jawa, sedangkan di Ubud
masih jarang. Tipsnya adalah lo harus berhenti dan bertanya kepada si penjual
apakah menjual babi atau
tidak. Satu warung gue sambangi dan si Ibu memberikan pilihan mau ayam atau babi. Walaupun sepertinya dimasak dalam
satu wajan, tapi yasudah tidak apa-apa bagi gue. Seporsi nasi campur enak yang gue
bayar hanya 13.000 Rupiah aja.
Kolam Suci? It's Amazing!
Gue melanjutkan perjalanan semakin ke atas menuju ke arah Pura Tirta
Empul. Perjalanan dari Ubud menuju Pura Tirta Empul ini kita akan melewati
salah satu objek wisata yang juga paling diminati oleh turis asing yaitu
Tegalalang Rice Terrace. Kenapa gue bilang buat turis asing? Ya, karena ini
hanya berupa pemandangan sawah dengan sistem pengairan model Subak khas Bali.
Orang Indonesia mah nggak akan terlalu takjub melihat pemandangan sawah-sawah
seperti ini lah ya? Hehe... Hal itu juga yang membuat gue mengurungkan niat
untuk mampir dan berhenti.
Sesampainya di Tirta Empul, membayar tiket dan kemudian diberikan kain seperti
banyak tempat wisata yang ada di Bali ini. Jadi, Tirta Empul ini adalah kolam
pemandian dengan air yang jernih dan bening. Kolam ini juga digunakan mereka
para Umat Hindu untuk memanjatkan doa. Gue sebenernya pengen turun nyebur ke
bawah, namun lagi-lagi nggak prepare karena nggak membawa baju
ganti, oalah le!
|
airnya seger kayaknya buat mandi |
|
buat beribadah juga |
Gue pun berkeliling komplek dari Tirta Empul ini dan di sini juga
terdapat sebuah kolam yang menurut gue unik. Kolam itu dibatasi oleh tembok
tebal yang tidak terlalu tinggi, airnya sangatlah jernih dan bening. Ikan-ikan
kecil berenang di dalamnya seperti melihat aquascape dari
atas. Nah yang membuatnya berbeda lagi, di bagian tengahnya muncul sebuah
gelembung udara dari dasar kolam berpasir ini. Hal tersebut membuat sebuah efek
yang sangat keren dan menarik.
Ketika menuju ke arah pintu keluar, lo akan bertemu lagi dengan kolam yang
berisi ratusan ikan mas. Ukuran dari ikan-ikan di sana sangatlah besar dan ada
satu ikan yang menarik perhatian saya saat itu, yaitu ikan berwarna kuning
putih dengan sirip dan ekor yang super panjang.
|
aquascape raksasa! |
|
Ikannya banyak dan berukuran besar |
|
ikan paling cantik dari yang lainnya |
Tampak Siring Untuk Umum atau
Tidak?
Kami ingin lanjut menuju ke Istana Tampak Siring, namun setelah sampai di
depan lokasinya tempat ini ternyata bukan untuk pengunjung umum. Istana Tampak
Siring ini benar-benar dijaga oleh pasukan TNI yang berdiri tegak di depan
gerbangnya. Yasudah apa daya, gue hanya bisa melihat keindahannya dari kejauhan
saja.
Kafe-Kafe Asik di Ubud
Setelah kembali ke homestay, perut mendadak kelaperan
dan memutuskan membeli pop mie di warung yang tidak jauh dari
penginapan. Gue meminta air panas kepada Ibu Ketut dan memberikannya dengan
baik hati. Makan kelar, kami pun kembali keluar untuk berjalan santai di malam
hari. Rutenya adalah Jalan Monkey Forest menuju ke Jalan Hanoman dan kembali
lagi. Berjalan kaki di Ubud ini memang tidak terasa melelahkan karena kita
benar-benar disuguhi oleh banyaknya keunikan di sepanjang jalannya. Pastinya
banyak banget kafe-kafe dan restoran keren di Ubud ini, namun apa daya kami
tidak mungkin mampir kesana karena uang yang kami bawa sudah benar-benar pas,
haha, sedih.
PENGELUARAN:
Ubud Monkey Forest : Rp 20.000/orang
Nasi Campur + Es Jeruk : Rp 13.000
Bensin : Rp 7.500 (15.000 : 2 orang)
Tirta Empul : Rp 15.000/orang (*sayang gan kalo gak mandi)
4 Pop Mie : Rp 14.000
TOTAL PERORANG : Rp 69.500
Comments
Post a Comment