Perjuangan Penuh Drama Menuju Kampoeng Jazz 2018 di Bandung; Lari-Lari Mengejar Bus, Ngompol di Celana? Ewh!
Nggak ada
rencana sama sekali di akhir bulan pergi ke Bandung buat nonton konser Jazz.
Cerita ini bermula ketika feedme.id mengadakan kuis di
Facebook dan berhadiah tiket masuk Kampoeng Jazz 2018. Iseng-iseng mencoba
ternyata GUE MENANG! Bayangkan acaranya di Bandung, di hari Sabtu tanggal 28
April, di mana di hari itu gue belum gajian dan masih belum jelas turun gajinya
kapan, karena bisa jadi turun di hari Senin depannya.
Itinerary
Super Kere ke Bandung?
So? Gue
akan tetap berangkat dengan rencana dadakan dan membuat itinerary serta
perkiraan biaya menuju Bandung versi tanggal tua. Rencananya gue akan pulang
pergi menggunakan bus primajasa dari Bekasi dengan biaya sekali jalannya hanya
60.000 aja, murah kan? Sampai di Bandung, gue akan meminjam motor adik
(kebetulan lagi kuliah di sana) buat puter-puter selama di Bandung, karena gue
pikir akan lebih boros kalau pakai Go-Jek, selain itu nggak praktis.
Rencana
juga akan sarapan di daerah Gor Saparua yang di sana banyak makanan enak dan
harganya murah. Makan siang pun rencana akan pergi ke Warung Taru/Warung Inul,
karena tempatnya asyik dan makanannya enak, terlebih harganya lumayan
bersahabat. Malamnya, selesai jam 11, gue nggak mungkin menginap di hotel
karena budget akhir bulan yang nggak menyanggupinya. Rencananya
akan ngemper tidur di Masjid Raya Bandung yang katanya memang banyak yang
menginap di sana kalau hari libur, menarik kan? Keesokan paginya langsung
pulang ke Bekasi lagi, tanpa main dan ke sana sini. Done!
Wah pengen tau ceritanya, seru kayaknya ki! Iya memang bakalan seru sih, tapi rencana hanyalah
rencana, yang ternyata mungkin gue harus bersyukur karena Tuhan belum
menghendaki gue untuk semenderita itu pergi ke Bandung. Di H-1 sore hari gue
mendapatkan kabar dari teman kalau gaji udah cair, iya cair di tanggal 27!
Waaaawww… senangnya bukan main dong, Alhamdulillah.
Akhirnya membuat gue
sedikit merubah rencana “versi akhir bulan” yang udah dibuat sebelumnya. Tapi
untuk pulang pergi ke Bandung gue tetap menggunakan bus primajasa dan makan siang
gue akan tetap di Warung Inul. Tapi tentunya gue akan jadi tidur di Masjid ya,
maka terpesanlah satu kamar hotel di daerah Pasteur dan terakhir di hari Minggu
paginya gue akan jalan-jalan terlebih dahulu di Car Free Day Dago.
Okesip berangkat!
Momen Mendebarkan
Mengejar Bus
Hari Sabtu pagi,
gue telat bangun dan baru berangkat dari rumah jam 5:40 pagi, suer deh ini
kesiangan banget. Gue akan pergi ke Bandung berdua bareng teman dan kita naik
Go-Jek sendiri-sendiri menuju Halte Bus Pasar Modern Harapan Indah dengan jarak
dari sekitar 7 km. Driver Go-Jek gue datang duluan dan selama
di jalan gue minta driver-nya supata agak cepat mengendarai
motornya.
Apesnya, udah 10 menit berlalu teman masih belum datang driver Go-Jeknya,
padahal kita berdua mau mengejar bus jam 5 pagi. Waktu yang tersisa ada sekitar
20 menitan aja, sedangkan untuk perjalanan normal dari rumah ke halte bus itu
sekitar 30 menit. Untungnya nih, si driver Go-Jek teman gue
lumayan cerdas karena lewat jalan pintas belakang (shortcut) yang
bisa memangkas waktu lumayan banyak. Tapi sebenarnya “yaudah lah” kalau memang
nggak bisa naik bus yang jam 5, menunggu 1 jam lagi buat naik yang jam 6 juga
nggak masalah”.
Tapi, drama
kembali berlanjut setelah gue sampai di halte, bertepatan dengan bus primajasa
yang mau berangkat dengan kenek yang memanggil-manggil gue “mas ayo mas
berangkat!”. Gue bilang aja “duluan aja pak, saya nunggu temen”.
Tapi setelah gue lihat live location teman yang udah dekat,
gue lari dan teriak-teriak agar didengar sopir bus yang udah menjalankan
bus-nya “bang ikut bang ikut!”, hahahahahah. Kemudian, bus
berhenti di pinggir jalan dan gue pun naik, gue menelepon teman dan menyuruh
bilang ke abang Go-Jek-nya supaya mengejar bus yang udah berangkat, walaupun
masih bergerak pelan nggak jauh dari halte dan masih di dalam komplek
perumahan.
Lagi-lagi coi, pakai acara drama menyebalkan kayak sinetron! Teman
yang naik Go-Jek melintas dengan indahnya di depan bus tanpa berhenti menuju ke
halte yang udah berada di seberang jalan sana, elaaaah! Si kenek bus langsung
bilang “mas itu ya temannya” dan si supir bus pun bolak-balik
memencet klakson bus yang super kencang itu, tetap aja teman nggak ngeh dan si
abang Go-Jek-nya tetap menyetir dengan percaya diri menuju halte.
Gue yang udah di
dalem bus menelepon teman, yang brings*k-nya paka acara nggak bisa tersambung,
akhirnya gue minta turun sebentar dan lari ke halte memanggil teman gue.
Teriak-teriak lah selama menyeberang ke halte “woiii woii, woiii!!!” dan
doi menengok sambil lari ke bus yang sedang melaju pelan. Gue dan teman pun
naik ke dalam bus, berterima kasih ke si kenek, sopir, dan mengucapkan maaf ke
penumpang lainnya yang udah di dalam bus dari tadi melihat gue yang heboh penuh
drama. Berangkaaaat!
Bekasi –
Bandung 6 Jam!
Baru aja masuk
tol Bekasi Barat, jalan tol udah macet penuh kendaraan nggak gerak sama sekali,
padahal masih jam 6 pagi, astaga! Padahal biasanya naik mobil jam segini masih
lancar jaya. Boro-boro ngebut bus-nya, bergerak aja gue udah senang
banget. A few hours later…… tidur ayam, bangun-bangun jam tangan
sudah menunjukkan pukul setengah 9 pagi dan itu MASIH DI PINTU TOL CIKARANG
UTAMA! What the *&^@#$%$@$#@$@$!!! Berpikir sambil melihat
jalanan yang penuh dengan mobil ditambah truk kontainer, ternyata gue baru
menyadari KALAU INI ADALAH LONG WEEKEND!
Iya, hari
Senin-nya adalah hari kejepit karena hari Selasa-nya libur tanggal merah,
ditambah anak sekolah masih libur panjang, lengkaplah sudah tumpah ruah di
jalan tol mobil-mobil plat Jakarta. Pasrah tanpa daya di dalam bus yang nggak
bisa ngebut sama sekali. Mengobrol menjadi pemecah bosan saat itu, karena main
hp pun semakin pusing. Sampai waktu terus berjalan sambil menertawakan diri
sendiri karena berandai-andai jam 8 pagi udah bisa cari sarapan di Bandung.
Laper banget, gimana nggak, gue semalam hanya makan 1 buah bakpia, minum air
putih, dan langsung tidur. Begitu juga ketika subuh tadi mau berangkat, mana
sempat karena terburu-buru mengejar waktu.
Selepas Tol
Cikampek seharusnya gue mulai senang karena sering melintasi Tol Cipularang ini
dan nggak pernah yang namanya bertemu kemacetan, kalaupun macet itu biasanya
ada yang kecelakaan. Inget, sepadat-padatnya tol arah Bandung, itu nggak pernah
namanya diam grak di tengah tol. Tapi hari itu nggak men! Berhenti total di
tol, kalau nggak salah di sekitar Padalarang. Rasa kesal, rasa bosan, rasa
lapar, rasa marah, rasa pusing karena kepala nyut-nyutan semakin menghantui,
ditambah waktu yang sudah menunjukkan pukul 10 dan GUE BELUM SAMPAI BANDUNG!
Padat merayap
sepanjang Tol Cipularang yang penuh kendaraan, sampai gue agak senang ketika
melihat papan penunjuk arah keluar Tol Pasir Koja, “akhirnyaaaa sampaiiii”,
teman gue seketika nyolek dan bilang “keluar tol di dalam kota juga macet”,
seketika mood drop lagi. Iya memang, keluar Tol Pasir Koja
adalah perempatan besar lampu merah dengan counting yang lama,
jadi membuat antrean panjang yang mengular sampai mendekati gardu tol. Gue
bilang ke teman “kita turun sini aja deh, ke arah Terminal Leuwi Panjang masih
banyak lampu merahnya!”. Oke, akhirnya gue turun dari bus di tengah kemacetan
dan berjalan kaki menuju perempatan besar di depan untuk memesan Go-Jek.
Nggak lama
setelah Go-Jek datang, gue pun melaju di bawah terik matahari Bandung yang
menyengat, menembus kemacetan di jalan raya, berbelok melewati gang kecil
menuju Stasiun Kereta Api Bandung. Ngapain ki kok ke stasiun? Iya di stasiun
gue mau ambil motor adik yang bakal gue pakai selama 2 hari di Bandung,
kebetulan juga doi lagi pulang ke Bekasi. Nah, dari stasiun gue langsung
meluncur ke arah Dago Atas buat mencari makan pagi yang sudah telanjur siang.
Nasi Cikur
Warung Inul
Untuk yang kedua
kalinya gue balik lagi ke sini, iya nasi cikur-nya memang punya daya pikat yang
kuat. Gue sampai di Warung Inul masih sekitar jam setengah 12 siang, suasananya
masih terbilang sepi, barulah ketika selesai makan yang bertepatan dengan jam
makan siang, warungnya perlahan mulai berangsur-angsur ramai. (review lengkap di
sini)
Di Warung Inul
gue dan teman memesan 2 porsi nasi cikur, ayam & tahu pepes, cah kangkung,
2 buah tahu goreng, kerupuk, dan 2 gelas nutrisari. Pas bayar totalnya 100.000,
nah loh, nggak kaget sih (karena udah gajian, haha sombong!). Tapi aneh aja
makan berdua bisa habis Rupiah segitu, apa yang membuatnya mahal? Setelah bon
gue terima, gue lihat lah satu per satu karena penasaran dan ternyata harga
nutrisari-nya mahal banget, masa iya satu gelas 10.000! Semahal-mahalnya
bolehlah diberi harga 5.000, gue nggak masalah. Bukannya perhitungan, tapi itu
sangat nggak wajar, menang banyak warungnya. Gue juga sebelumnya nggak mengerti
kalau default-nya sudah dapat teh tawar gratis dan tahun lalu bukan
gue yang membayar ke teteh di kasirnya.
Gue lihat-lihat
lagi di bon pembelian, ada pepes ayam harganya 20.000, termasuk mahal memang,
tapi nggak masalah karena rasa pepes-nya endesss. Selain itu kata teman
sambel-nya juara, rasanya memang pedas menggugah selera makan siang saat itu,
mantap. Kalau gue tetap nasi cikur-nya paling juara di sini, harga per porsinya
7.000 aja, murah kan. Selebihnya, yaitu cah kangkung dan tahu gorengnya, biasa
aja. Jadi kesimpulannya, warung ini sebenarnya punya harga yang
masih terjangkau, kalau nggak pesan nutrisari, haha. Gue akan tetap balik lagi
kok ke Warung Inul ini, karena memang rasa masakannya enak-enak.
Hotel Ilos,
Pasteur
Setelah selesai
makan siang di Dago Atas, gue kembali ke kota arah Pasteur. Waktu masih
menunjukkan jam setengah 12 siang dan gue mencoba untuk check-in di
hotel, siapa tau bisa, kalau pun belum bisa ya duduk aja di lobby-nya.
Oh iya, ini nggak akan gue bahas di artikel sendiri ya, karena nggak ada yang
membuat gue terkesan dari hotel ini, semua biasa aja, bukan jelek, tapi everything
is standard.
Sampai di Hotel
Ilos ternyata sudah bisa masuk jam 1 siang, lumayan bisa istirahat dulu di sini
karena acara Jazz di Unpad dimulai jam 2 siang. Kamar hotelnya termasuk besar,
kasurnya twin empuk, AC-nya dingin karena baru. Sikat gigi,
odol, sampo, sabun, handuk juga siap disediakan, karena itu gue nggak membawa
apapun supaya tas enteng, haha. Selebihnya ya standar hotel bintang 2 lah.
Kampretnya ada
drama lagi nih (*drama dimulai). Pas sampai di dalam kamar kok gue merasa
celana bagian pantat terasa basah, setelah gue lepas, bener aja dong basah
kuyup kayak cepirit, arghhhhhhhh!! Jadi jangan-jangan selama gue di Warung Inul
dan pas check-in di lobby banyak orang yang
melihat? Ah elah, gue bertanya-tanya sendiri kenapa celana bisa basah dan
ternyata semua ini ulah jok motor adik gue yang bolong. Hah? Iya, jadi di awal
sebelum berangkat adik gue sudah bilang kalau di jok motornya ada jas hujan
plastik warna biru, tapi nggak menjelaskan kenapa jas hujan itu berada di sana.
Gue pikir kalau jas hujan itu baru aja dipakai, gue ambil dan taruhlah di bawah
jok, memang baru melihat kalau jok motornya sobek dan terlihat bisanya. Itulah
yang mengakibatkan celana jeans berwarna terang yang gue
sedang pakai terkena rembesan air dari busa jok motornya, gue bisa tau karena
dulu motor gue di Jogja pernah begitu, males ganti sarung jok, wakakakaka.
Gue bingung
setengah mati, karena bakal pergi 1 jam lagi. Gue coba taruh di bawah AC,
hasilnya nihil, sampai akhirnya dengan pasrah memutuskan untuk tetap memakai
celana basah itu tapi ditutupi dengan jaket di bagian pinggang seperti anak
gawl. Masih nggak sreg, gue terus berusaha mencari cara bagaimana celana itu
bisa kering sempurna, sampai berbuah manis ide yang muncul. “Kan di hotel bisa
pinjam setrika!”, telepon ke receptionist dan diantarkanlah
setrika ke kamar. Case closed, yeay!
ya standar aja lah ya Hotel Ilos ini |
istirahat sebentar ngademin badan |
di sini
yeayyy!!! |
biasa aja ah (umurnya pendek ini) |
sekilas aja ya, selengkapnya ada di post sebelumnya |
suasana malamnya asyik di UNPAD |
Lapar Perut,
Lapar Jalan-Jalan
Setelah selesai
nonton Kampoeng Jazz 2018 yang seru banget, sekitar jam 11 malam gue pergi ke
Braga buat mencari tempat leyeh-leyeh. Gileee, Bandung tengah malem nggak ada
matinya. Gue lewat belakang dan depan Masjid Raya Bandung, masih aja macet,
apalagi di Braga, tambah muaceeet.
Bingung cari
parkiran, setelah dapat parkir, masih bingung mau makan dimana, sampai
memutuskan untuk masuk ke Braga Art Café. Kafe ini berada persis di depan pintu
masuk ke Braga City Walk. Kafe ini mempunyai 2 lantai dan pas pertama kali
masuk ke dalam langsung disuguhi nuansa Jawa yang berpadu dengan desain modern
(Jawa modern). Nuansa Jawa terlihat dari kursi, meja, dan pintu kayu jati yang
digunakan, sedangkan kesan modern dimunculkan pada area kasir yang di bagian
atasnya terdapat tumpukan botol wine dan beer,
unik. Gue beranjak ke lantai 2-nya yang bikin berdecak kagum karena kontras
dengan nuansa di lantai bawahnya. Di bagian atas dari Braga Art Café ini ada
pendopo yang berukuran besar! Iya, nuansa Jawa semakin kental terasa di sini,
asyik banget.
Pelayan datang
memberikan buku menu, karena gue lagi pengen banget makan nasi goreng setelah 3
bulan nggak memakannya, terpesanlah Nasi Goreng ala Sunda punya Braga Art Café.
Lalu, karena seharian belum makan buah, gue pesan Jus Pepaya sebagai minumnya. Tau
apa? Ketika pesanannya datang gue kaget banget karena penyajiannya nggak pakai
piring. Lah terus? Penyajiannya pakai semacam wadah tanah liat yang ukurannya
super besar, mirip yang biasa dipakai buat wastafel di resto-resto Sunda, tau
kan? Hahahaha.. (I’m so sorry gue nggak bisa ambil fotonya, kamera
udah mati dan hp sudah tidak mendukung buat foto malam hari).
Ternyata nasi
gorengnya juara woi! Pertama yang membuatnya juara adalah nasinya nggak terlalu
berminyak, kedua, bumbunya banyak, ketiga, acarnya enak, keempat, ada tambahan
4 tusuk sate, kelima, timun dan seladanya banyak. Paket komplit enaknya! Begitu
juga dengan jus pepaya-nya yang punya warna jingga cantik dan manisnya pas.
Oke, noted, Braga Art Café masuk list tempat
makan enak di Bandung dengan harga yang masih reasonable.
Hello Sunday!
Semalam sampai
di hotel jam 1 malam dan langsung tidur. Terbangun jam 6 pagi tepat tanpa
terlewat, langsung bersiap pergi ke Car Free Day di Dago.
Mungkin bagian cerita ini udah mulai nggak penting kali ya, jadi gue cerita
sedikit aja. Di CFD Dago gue beli buah naga potong, pepaya,
mangga, dan sawo. Mata berbinar-binar ketika melihat sawo, udah lama banget
nggak makan sawo, enaaaak! Setelah itu karena banyak jajanan, gue beli
otak-otak bakar buat dimakan pas balik ke hotel. Eh ketika gue nemenin temen
beli bakso goreng, di dekatnya ada penjual gelang, gue beli, pas ada yang jual
topi dibeli, woi ki mentang-mentang habis gajian. Sebenernya pengen cari
kaos greenlig*t atau 3seco*d, udah ketemu
penjualnya, tapi motif yang gue mau nggak ada ukuran L -nya (cieee cari ukuran
L lagi).
mata langsung berbinar-binar melihat ini |
berbinar lagi ketika melihat sawo di dalam sana, waaaaaa.....!! |
Pulang ke hotel,
leyeh-leyeh lagi sampai waktu check-out jam 12 siang, cari
makan siang ke Dago Atas lagi, tepatnya di The Parlor. Sama seperti Warung
Inul, gue udah 2 kali ke sini karena tempatnya nyaman banget, gue pesan
minuman Peach pakai madu tanpa soda dan pesan pizza 1
loyang untuk berdua, kenyang, oke pulang.
itu peach + madu, tanpa soda. suegeeer!! |
udah 2 kali ke sini, review-nya di sini ya |
pizza-nya endesss banget!! |
Comments
Post a Comment