Hari Kedua Menuju PENANG: Paniiik...Paniiik...!! Takuuut....Takuuut....!! Bleneeek...Bleneeek...!!
Hari Kedua, 20 April 2017
Gue bangun sekitar jam setengah 7
pagi, gegoleran sebentar, mengumpulkan nyawa, dan mandi. Pas keluar kamar lihat
dari jendela, loh kok...loh kok...? Muasiiiih gelap bangeeet langitnya
(bingung), mending gelapnya langit itu ada samar-samar warna birunya, tapi ini
nggak beneran masih hitam pekat seperti masih jam 2 malam. Kyaaaa…. Aneh ya,
(norak lu ki! gimana mau ke Eropa). Tapi nggak biasa eh, bahkan sampai jam 7
gue habis mandi pun masih gelap dan baru ada cahaya di langit itu sekitar jam
setengah 8 (what!).
Iya jam setengah 8, di mana gue
ribet sendiri mau check-out dari penginapan. Lah kenapa? Iya,
ternyata receptionist-nya nggak 24 jam, jadi ruangannya masih gelap
dan gue “tang-ting-tung-tang-ting-tung” pakai lonceng yang ada mejanya nggak
ada yang merespon sama sekali. Mikir bingung sendiri (nggak mungkin gue tunggu sampai
siang) dan memutuskan menggantung kunci di pintu kamarnya aja. Naik lagi ke
lantai 2, turun lagi ke lantai dasar buat keluar, tapi ternyata perjuangan
nggak semudah itu, gerbang besinya masih di gembok (nah loh!). Gue baru ingat
di kunci kamarnya ada kunci gembok buat membuka gerbang besinya (anjir!). Naik
lagi ke lantai 2 buat ambil kunci kamar gue gantung, turun lagi ke bawah buat buka
gerbang besinya, naik lagi ke lantai 1 meja receptionist buat taruh
kunci di sana aja (badan habis mandi basah kuyup keringetan lagi, elah!).
Giling emang, hampir 20 menit sendiri mau keluar penginapan (princess lelah!).
Setelah keluar dari penginapan,
gue berjalan kaki ke halte bis sekitar 800 meteran. Suasana Melaka yang habis
di guyur hujan, bikin suasana pagi jadi adem. Pas sampai di halte sebenernya
agak sedikit ragu, celingak-celinguk sampai gue bertanya dengan seorang bapak
yang sedang nunggu bis juga. Ternyata bener kalau bis yang berhenti di halte
ini semuanya menuju ke Terminal Melaka Sentral (oke sip!). Sampai di terminal
sekitar jam 8 pagi dengan kondisi perut kelaperan, awalnya pesimis ada yang
udah buka menjual makanan sepagi itu. Tapi ternyata, jangan meremehkan terminal
di sini, isinya mirip bandara malah, banyak warung makan dan fast
food yang buka 24 jam. Ada McDonald's, KFC, Burger King, Subway, dan
banyak warung makan India yang aroma kari-nya udah tercium kemana-mana. Gile, keren
lah!
nih McDonald's nya di terminal |
surga duniawi ini! |
Nah karena udah diniatkan pengen mencoba Subway lagi (2 bulan lalu, pertama kali coba di Singapura), masuklah ke resto Subway di sini. Ada paketan juga ternyata yang sudah dengan minum di list menunya, harganya 11.90 MYR (kalau di Rupiahkan sekitar 35.000-an), masih termasuk murah ini daripada Subway KW yang ada di Indonesia itu. Dapet pilihan minuman air mineral atau green tea botol, gue pilih teh yang mungkin ada rasanya daripada air putih. Subway dan minumannya gue taruh dalam tas dulu, karena emang (kampretnya) kok lapernya hilang, bzzz...
Jalan lagi ke arah kios-kios penjual tiket bis di Terminal Melaka Sentral ini dan tiba-tiba gue di datangi sama orang yang bicara nggak jelas “@#^#*&@^*&@&%*@” (auk ngomong apaan). Sambil gue mainan hp itu orang terus cuap-cuap di depan gue, yang ternyata gue baru ngeh kalau doi minta uang, bah! Gue bilang aja "No..no, I don't have money, sorry!", sampai kemudian muncul petugas security yang nge-bentak orang itu supaya pergi, hahahahah... si petugas pun bilang ke gue "okey, that's fine!" dan gue pun say thanks sama petugasnya.
Setelah itu, pergilah gue ke loket penjualan tiket bis Transnasional dan membeli tiket ke KLIA2 seharga 24.10 MYR (sekitar 75.000-an). Kali ini nggak ada ruang tunggu ber-AC untuk bis keberangkatan luar kota, nggak seperti mau naik bis Panorama Melaka yang ruang tunggunya ber-AC. Mau nggak mau harus menunggu di luar dan untungnya masih pagi jadi nggak panas-panas banget. Pas lagi asyik nunggu, elah ndalah “orang itu” muncul lagi dan tetep kekeuh minta uang ke gue. Ih bodo amat gue cuekin aja sambil mainan hp, sampai akhirnya doi pergi karena bosen kali ya gagal mendapatkan uang 10 MYR dari gue. Hahahaha...
Perjalanan dari Terminal Melaka Sentral ke KLIA2 ini kenapa gue merasa lebih cepet, padahal jalurnya juga lewat tol yang sama. Butuh waktu 1,5 jam aja, lebih cepet sekitar 45 menit daripada berangkat kemarin dari KLIA2 ke Melaka ini (why oh why?). Jadinya estimasi waktu yang udah gue buat sebelumnya jadi maju terlalu cepet. Sampai di KLIA2 gue mencari kursi dulu buat makan Subway yang gue beli di terminal tadi. Rasanya still the same bikin senyum-senyum sendiri pas makan, hehe.., enak banget. Nah kampretnya adalah di minumannya, gue pikir rasanya manis mirip frestea atau fruitea, ternyata nggak. Ini ocha, ocha dingin, tapi rasanya lebih nggak enak daripada ocha di restoran sushi. Rasa sama aromanya mirip kalau anak-anak mainan daun diuleg-uleg terus dikasih air gitu, hoeeeek.... Baru minum sedikit, langsung gue buang itu minuman, maaf ya nggak enak.
rasa Subway yang masih menghipnotis dan itu minuman hoek-nya |
Lanjut gue mencari spot charging hp yang emang banyak banget tersebar di KLIA2 ini. Ikutan gue ndlosor duduk di atas karpet dengan penumpang lainnya sambil colok baterai kamera dan powerbank yang mau habis. Hampir 1 jam gue di spot charging ini dan sebelum check-in terjadilah kepanikan kecil. Gue yang udah percaya diri mau print boarding pass lewat mesin KIOSK ternyata gagal. Padahal waktu di Singapura, gue print lewat mesin nggak bermasalah sama sekali. Kali ini gue bingung kenapa nggak bisa, padahal udah mengikuti instruksi dari mesinnya itu. Lumayan lama di depan mesin KIOSK-nya AirAsia ini, untungnya nggak ada orang yang antre di belakang gue. Jadi setelah gue coba berulang kali, permasalahan kenapa gagal adalah di bagian scanning barcode dari hp. Capek sendiri, gondok sendiri, akhirnya menyerah dan pergi ke counter check-in buat cetak boarding pass manual aja.
Nah ketika mau masuk ke antrean, gue ditanya oleh salah satu petugas AirAsia, gue jelaskan permasalahan yang gue alami dan mau pergi ke counter check-in. Si petugas menjelaskan pakai Bahasa Inggris, yang dia bilang kalau mau cetak boarding pass di counter check-in ini kena biaya 7 MYR (anjayy! cetak boarding pass aja harus bayar sekitar 20.000). Tapi gue di beri opsi lain oleh si petugas supaya pergi ke printing station di dekat pintu pemeriksaan masuk yang biayanya hanya 1 MYR per lembarnya. Oke, pergi dan masuklah gue ke printing station yang dimaksud si petugas tadi dan ternyata pas gue coba sambung ke internet (damn) leletnya minta ampun. Gue buru-buru dan have no time cuma buat menunggu loading page Gmail terbuka. Cerdasnya gue, baru ingat kalau gue menyimoan boarding pass AirAsia di flashdisk, aha! Masalah menunggu loading terselesaikan dengan cepat dan langsung gue cetak semua boarding pass sama yang penerbangan pulang juga, daripada harus bolak-balik ke sini lagi. Oke done!
nah tuh leyeh-leyeh di sana, tapi kalau pake kursinya bayar |
Sebelum pergi trip kali ini, ada info katanya AirAsia lebih ketat buat menyeleksi penumpangnya yang membawa tas ke kabin. Bener harus dibawah 7 kg dan cuma 2 tas aja, yang membuat gue membawa barang super sedikit. Desas-desusnya ada pemeriksaan lagi di setiap pintu boarding gate. Kenyataannya ya memang ada petugas di sana (2 petugas malah) yang berjaga dan memantau setiap barang bawaan yang akan dibawa penumpang ke dalam kabin. Tips dari gue, ketika bawa tas pasang muka santai dan rileks aja, jangan bertingkah laku kalau barang yang dibawa itu berat. Ketika gue mau scanning barang, ada penumpang di belakang gue yang diberhentikan oleh 2 petugas tadi. Doi bawa carrier dan tas tenteng yang ukurannya lumayan besar, terlebih doi terlihat ribet bawa tasnya, nggak tau deh kelanjutannya bagaimana bisa lolos atau nggak doi.
nah itu tuh 2 petugas yang bakal ngeliatin tas-tas penumpang yang mau masuk |
Penerbangan dari KLIA2 ke Penang sekitar 1 jam aja, jadi jaraknya seperti Jakarta – Jogja yang juga hanya 1 jam penerbangan. Ada kejadian yang pertama kalinya dan semoga menjadi yang terakhir gue rasakan (semoga, amin!), karena emang beneran mencekam banget, turbulensi parah. Memang bukan pertama kali gue merasakan turbulensi, tapi yang satu ini beneran serem banget. Awal lepas landas dari KLIA2 cuaca cerah-cerah aja, setelah 10 menit pesawat naik biasanya lampu tanda sabuk pengaman bakalan mati tuh. Artinya orang-orang udah bisa lalu lalang pergi ke toilet, nah baru aja lampu itu mati dan ada orang yang berdiri mau ke toilet. Tiba-tiba langit di luar mendadak gelap dan pesawat bergoyang kenceng banget, lampu tanda sabuk pengaman menyala lagi, orang-orang yang mau ke toilet nggak jadi pergi dan balik lagi (sumpah kalau inget kejadiannya serem banget ini). Pesawat masih goyang dan tiba-tiba (mak jleeeerrr) itu pesawat seperti mau jatuh ke bawah “dalam” (panjang) banget, tau kan efeknya di perut gimana? Tapi efeknya kali ini panjang banget jadinya bikin jantung nggak karuan rasanya. Bodo amat gue mau dibilang penakut atau cemen lah, yang jelas saat itu gue pegangan kursi kenceng banget, banyak orang yang langsung baca doa. Kondisi kabin pesawat masih bunyi grudak-gruduk kenceng dari bagasi kabin yang terlepar-lempar di dalam. Semua pramugari duduk mendadak di kursi-kursi penumpang yang kosong dan pakai sabuk pengaman. Kalau inget kejadian itu rasanya bikin orang ciut naik pesawat, beneran deh. 10 menit kemudian awan gelap pergi dan semua balik normal (Alhamdulillah!), pesawat mendarat sekitar jam setengah 3 sore *menghela nafas panjang*.
Nah, kali ini gue nggak sendirian, ada temen yang bakalan nge-trip bareng gue, namanya Gilang. Doi direct flight dari Surabaya ke Penang dengan dan mendarat 10 menit lebih cepet daripada gue. Akhirnya kita bertemu di terminal kedatangan dan langsung pergi ke halte bis menuju ke George Town. Naik bis 401 dengan harga 2.7 MYR dan kagetnya harus membayar pakai uang pas, jadi kalau kasih uang 3 MYR nggak bakalan di kembalikan. Perjalanan dari bandara Penang ke George Town membutuhkan waktu sekitar 50 menit sampai 1 jam yang ternyata Penang juga bisa macet. Turun di Komtar masih harus jalan kaki ke Jalan Lebuh Keng Kwee karena mau makan laksa dan mencoba cendol Penang. Gue sebenernya nggak ribet karena pakai tas ransel, tapi baru inget kalau temen pakai koper. Jadi yaudah deh sepanjang jalan itu di trotoar berisik banget bunyi kopernya gredek…gredek…gredek…
Dari Komtar sampai ke Penang Road Famous Teochew Chendul ini
jaraknya deket, cuma beberapa ratus meter aja dan cuma 5 menit berjalan kaki.
Sore hari di sini rame juga dan nggak pakai basa-basi karena udah kelaperan
semenjak di pesawat tadi, gue memesan laksa dan cendol. Rasa laksanya enak, kaya
rempah, dan sedikit asam. Kalau cendolnya juara banget, segeeer, walaupun
rasanya mirip cendol di Indonesia sih emang. Kelar makan laksa dan cendol, masih
harus jalan kaki sampai ke penginapan, jaraknya lumayan nih, ada sekitar 1-2 km
mungkin. Ngas..ngos..ngas..ngos tapi
seru karena lihat banyak hal baru, itu yang bikin nggak terasa capek.
Setelah perut kenyang dan mencoba
cendol Penang yang enak itu, sampailah di Red
Inn Heritage Guesthouse yang ternyata di awal harus menyimpan deposit
50 MYR. Wadaaawww unpredictable banget ini mah! Okelah deposit
udah gue kasih dan ternyata di sini dapetnya kamar paling belakang banget.
Badan basah, keringetan, bau nggak karuan kayak apa, langsung mandi pas udah sampai
di kamar. Mandi kelar, AC kamar udah dingin, akhirnya guling-guling istirahat,
tidur sebentar, dan keluar lagi sekitar jam setengah 7 malam.
Rencana awal menemani temen cari
kaos di Mall Komtar, jalan kaki sekitar 20 menitan dari penginapan. Mall Komtar
isinya gitu-gitu aja deh ya, seperti kebanyakan mall dimana-mana. Mampirlah gue
ke McDonald karena temen nggak tahan laper, gue nggak makan tapi ada yang gue
beli di sini. Yes! Ice cream! Yaelah ki es krim doang? No! Ini
es krim-nya pakai cokelat Hersey’s (ulala!). Sebenernya udah
gue lihat sih pas di terminal Melaka Sentral kemarin, cuma masa iya gue
pagi-pagi belum sarapan langsung makan es krim. Harganya 2.5 MYR, kalau di
Rupiahkan sekitar 9.000-an, sama lah ya. Kelar dari McDonald, temen langsung
masuk ke salah satu toko baju di Mall Komtar ini dan membeli 2 kaus yang
harganya mahal, katanya sekitar 150.000 per potongnya. Sukur! Salah sendiri deh
beli baju di sini.
Keluar dari mall mampir sebentar ke swalayan beli minuman dan gue menemukan lagi minuman yang nggak ada di Indonesia, Fanta Leci! Hoho…rasanya? Persis sirup leci ditambah soda, biasa aja (haha..). Lanjut jalan lagi, bertemu dengan Ibu-Ibu penjual buah di pinggir jalan, manggil-manggil banget itu buah-buah yang berwarna-warni. Ternyata di sini buahnya juga bisa di jus (cocok!), temen beli jus jeruk dan gue jus nanas, segeeerr! Murah meriah harganya cuma 3 MYR (10.000-an).
Lanjut jalan lagi, langsung mengarah ke penginapan karena bakalan melewati Nasi Kandar Line Clear. Yes, ini jadi menu makan malam pertama di Penang. Nasi kandar sebenernya mirip nasi padang yang berminyak dan berlemak. Tinggal bilang mau pakai apa dan bayarnya belakangan. Porsinya buanyak banget asli gue nggak bohong! Gue pesen pakai ayam bakar, telur ikan sotong, dan sayuran, yang ternyata harganya lumayan mahal, gue bayar 17 MYR (sekitar 52.000). Mahal tapi sebanding dengan porsi dan rasanya sih, kalau kekenyangan bakalan bikin perut blenek dan terjadi sama gue di mana cuma bisa menggelepar tak berdaya di kasur sampai penginapan.
panjang ya ki ceritanya hahahha. eh review review tempat tongkrongan lagi dong, coffee shop or something tempat pewe lainnyaaaa mau bacaa nih. #pembacablogeki #konsumenabangprintereki hahahhahaha
ReplyDeleteahahahahah.... siap nyonyah, tunggu review coffee shop selanjutnya ya, setelah kelar cerita Penang ini. hehe
Delete