Pengalaman Naik Kereta Eksekutif Bima; Ini kapan ya sampainya?
Ini bukan
pertama kalinya saya mencoba kereta eksekutif, karena sebelumnya pernah naik kereta eksekutif Taksaka menuju Yogyakarta. Ini juga bukan pertama kalinya perjalanan
16 jam menggunakan kereta, karena sebelumnya juga pernah menuju Malang
dengan kereta ekonomi Matarmaja. Nah kali ini merupakan kombinasi dari keduanya, yaitu mencoba merasakan perjalanan selama 16 jam
dari Jakarta ke Malang dengan Kereta Eksekutif BIMA.
Saya membeli tiket hampir 3 bulan sebelumnya dari tanggal keberangkatan seharga 500.000
Rupiah. Mendapatkan kursi di barisan depan yaitu pada row 2 pada rangkaian gerbong kereta nomor 3. Sebenarnya saya
berharap bisa mendapatkan gerbong yang jauh dari lokomotif dan duduk di baris
tengah, bukan depan atau belakang. Kenapa? Ya, karena di gerbong terakhir kita
akan jauh dari suara bising suara lokomotif dan enaknya duduk di baris tengah adalah
bebas terhindar dari berisiknya suara rel kereta api yang muncul pada sambungan kereta.
Naik dari Stasiun Gambir pukul 5 sore yang saat itu Jakarta sedang diguyur hujan deras, membuat AC Kereta Eksekutif BIMA dinginnya bukan main. Takjub dan norak ketika masuk ke dalam kereta BIMA ini
karena interiornya benar-benar bagus, bersih, dan rapi. Semua tak tampak
seperti sedang menaiki kereta api, justru lebih mirip seperti kita masuk ke
dalam kabin pesawat. Ruang bagasi di atas kepala pun sekarang ukurannya gede
banget, sampai-sampai orang di sebelah saya yang membawa koper raksasa bisa
masuk dan disimpan di sana. Lalu, kursinya model baru untuk kelas eksekutif,
mungkin untuk BIMA saja sepertinya, karena di taksaka kursinya nggak sebagus
ini. Profil kursinya cenderung lebih ramping daripada punya taksaka yang lebih tebal, tapi hal itu berdampak
pada kelegaan leg room yang sangat melimpah.
Bahkan untuk orang yang tingginya di bawah 150 cm sepertinya terlalu melimpah
karena tidak bisa sampai menyentuh pijakan kaki yang ada di depannya. Ya,
memang di setiap kereta eksekutif mempunyai pijakan yang berguna untuk
menyandarkan kaki supaya tidak terasa lelah dan pegal. Oh iya, tapi pijakan
kaki di kereta BIMA ini mempunyai sistem (per) yang kenceng banget lo ya, jadi ketika
ingin melepaskan pijakannya harus pelan-pelan ya, kalau nggak bakalan ngejepret
ke kursi di depannya dan bunyi keras banget. Hahahah..ngejepret bahasa apaan dah itu ki! Ya begitu lah...
Lalu, di setiap
kursi Kereta Eksekutif BIMA sudah disediakan bantal kecil dan juga selimut yang dibungkus dengan
plastik, jadi kita nggak perlu sewa lagi seperti di kereta bisnis. Selain
itu terdapat fasilitas standar lainnya, seperti sepasang colokan listrik,
meja kecil buat menaruh gelas atau botol, dan kantung plastik hitam untuk
muntah atau sampah. Namun anehnya, biasanya di kereta ekonomi punya semacam
gantungan kecil yang terdapat di bawah colokan listrik, tetapi di Kereta Eksekutif BIMA kok nggak ada ya? Ini berguna banget lo sebenernya, karena bisa
menggantung plastik yang berisikan sampah agar tidak tercecer di lantai. Hmmm
tanya kenapa?
tampak luar kereta eksekutif BIMA |
di peron stasiun Gambir sudah banyak colokan listrik |
profil kursi barunya lebih tipis |
kereta api yang nyaman bak pesawat terbang |
TV-nya hanya memutar siaran dari PT.KAI |
Oh iya, ternyata eh
ternyata saya pun baru tahu kalau petugas kebersihan di Kereta Eksekutif BIMA menggunakan
ISS. ISS itu adalah perusahaan penyedia jasa yang cukup besar di Jakarta,
karena gedung kantor saya di Slipi juga menggunakan jasa dari ISS. Hampir setiap beberapa
jam mereka selalu berkeliling dan mengambil sampah yang terlihat tercecer di
lantai. Begitu juga dengan kamar mandinya yang selalu wangi dan bersih,
walaupun memang masih ada saja penumpang yang nggak tahu aturan. Naiknya sih
eksekutif, punya duit banyak, tapi ya iya masa buang tisu atau bungkus pembalut
sembarangan begitu aja, padahal tempat sampahnya berada persis di dekatnya. Oh, come on! Masa iya harus berpangku
tangan kepada orang lain untuk bersih dan rapi?
Perjalanan selama kurang lebih 16 jam itu nggak sebentar lo
ya, jadi pastinya perut bakalan grauk-grauk minta diisi. Nah, ada yang membuat
saya sedikit kecewa di bagian pelayanan makanan Kereta Eksekutif BIMA ini.
Mentang-mentang yang naik dirasa punya duit semua, masa iya nggak jual popmie atau mi instan? Syedih! Walaupun
bagusnya sekarang, PT.KAI sudah bekerja sama dengan Solaria dan D’Cost, tapi
tetep aja popmie/mi instan itu makanan rakyat dan sebaiknya jangan dihilangkan
dari menu. Alhasil dan apa daya, saya yang kelaparan akhirnya membeli satu
porsi nasi goreng Solaria seharga 30 ribu. Rasa nasi gorengnya hmmm... karena
dingin dan nggak hangat rasanya jadi biasa aja, nggak ada yang membuatnya lebih
nikmat. Tuh kaaan!! Padahal cocok banget kan malem-malem pas AC kereta lagi
dingin-dinginnya, makan popmie!
Euuuh!!
Lalu, ketika itu saya bepergian saat malam final piala AFF Indonesia melawan Thailand, yang di
mana semua orang mungkin menantikan tayangan tersebut dan berharap PT.KAI
memutarnya di dalam Kereta Eksekutif BIMA. Namun, harapan hanyalah harapan karena 6 buah LED TV yang ada di setiap gerbong kereta ternyata nggak memutarkan tayangan saluran TV lokal. Siaran pun hanya berisikan
film dan promo PT.KAI dari channel-nya
sendiri (saya lupa namanya). Lemes!
Sekitar jam 12 malam, saat
itu saya membutuhkan Antimo, bukan karena pusing tetapi supaya bisa tidur
dengan nyenyak. Saya bertanya kepada salah satu petugas yang lewat
dan memberitahu kepada saya bahwa Antimo bisa di dapat di restorasi atau dengan mengirimkan pesan kepada Customer Service
on Train. Nah, karena restorasi jaraknya jauh dari gerbong saya, maka saya pun mengirimkan pesan
pada nomor CS yang tertera di setiap gerbongnya. Letak papan informasi CS ini
ada di samping TV, di ujung setiap gerbong dan akan selalu diganti setiap
stasiun besar yang dilewati. Surprisingly,
responnya cepet banget dari petugas CS ini, nggak sampai 5 menit, Antimo diantarkan ke kursi saya. Waw!
nah informasi nomor CS-nya ada di sebelah TV itu (kok gelap ya?) |
nasi goreng solaria yang adem! |
bantal dan selimutnya |
Akhirnya pada
sekitar pukul 10 pagi, Kereta Eksekutif BIMA merapat dengan telat di stasiun baru Kota
Malang karena masalah ganggungan teknis yang katanya terjadi di daerah
Jatibarang. Kesimpulannya naik kereta eksekutif selama 16 jam dari Jakarta ke
Malang adalah tetep capeeeeeeeek!! Hahahaa....!!! Badan tetep kerasa pegel dan
perasaan “nggak nyampe-nyampe” itu selalu muter-muter di atas kepala setelah
kereta berhenti lama di staisun Gubeng Surabaya.
kamera nya apa mas? hasilnya bagus hehe
ReplyDelete