Problema MUDIK 2016 dan BREXIT (Tol Brebes Exit)
Kenapa Kita Selalu Menyalahkan Pemerintah?
Apakah Kita Tak Pernah Berkaca Kepada Diri Sendiri?
Sepertinya kita tidak akan ada
habisnya dan tidak akan pernah bersyukur jika selalu menyalahkan orang lain
terhadap masalah yang kita alami. Salah satunya adalah yang terjadi beberapa
minggu lalu yaitu pada euforia mudik dan Brexit. Saya disini hanya mau menyampaikan
sedikit pendapat saja sebagai seorang yang setiap tahunnya pulang kampung
menuju Semarang menggunakan kendaraan roda empat dan tentunya melewati jalur
Pantura yang dikenal menyeramkan. Saya sedikit geram terhadap
mereka-mereka yang ribut-ribut mengeluhkan kemacetan Pantura dan terlebih lagi
di tahun ini ditambah dengan Brexit (Brebes Exit). Kenapa sih harus seheboh
itu? Toh kalian juga setiap tahunnya pulang kampung dan harusnya sudah terbiasa
dong dengan hal seperti ini. Dinikmati saja bro sis macetnya Pantura saat
mudik!
Begini, pemerintah sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk membuat jalan tol yang menyambungkan dari Jakarta –
Cikampek – Cirebon – Brebes – dan selanjutnya mungkin akan berlanjut sampai Semarang
– Solo – Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penumpukan kendaraan di
jalur “biasa” Pantura, kendaraan diharapkan terpecah menjadi 2 jalur (jalur
biasa dan jalur tol). Saya tahu ini adalah solusi luar biasa dari pemerintah
dan mereka sudah bekerja keras atas hal ini. Tinggal balik ke masing-masing dari
diri kita sebagai pengendara apakah ingin melalui jalur biasa Pantura atau
ingin melewati jalan tol barunya.
Saya ambil 3 tahun terakhir yaitu
2014, 2015, dan tahun ini 2016. Di tahun 2014 saya masih melewati jalur biasa
Pantura dengan keluar tol terakhir adalah Cikampek. Setelah keluar tol, saat
itu arus dialihkan sebagian untuk melewati jalur Subang dan bertemu kembali di
Cirebon. Macet? Ya, itu sudah pasti kok. Bahkan di jalur Subang yang jalanannya
naik turun melewati hutan-hutan, saya dihadapkan dengan macet yang berjam-jam
lamanya. Saya dan banyak pengendara lain bahkan mematikan mesin mobil dan
keluar untuk saling menyapa satu sama lain. Itu terjadi tengah malam dan di
tengah hutan! Bayangkan. Capek dan lelah memang, itu wajar kok. Tetapi apa daya
dan kami bisa apa, toh kami sendiri yang memutuskan untuk mudik ke kampung
halaman menggunakan kendaraan roda empat.
Kemudian di tahun 2015 lalu,
pengumuman penggunaan Tol Cipali pun disebarluaskan. Tol Cipali yang menyambung
dari Tol Cikampek sampai Tol Cirebon ini tidak kalah macetnya saat itu. Saya
yang berangkat sekitar H-3 sudah banyak mendengar berita kemacetan dari Tol
Cikampek – Tol Cipali. Jadi saya memutuskan untuk tidak melalui tol dan akan
baru masuk tol di Cirebon. Hasilnya? Sama sekali tidak ada kemacetan yang
berarti disana, hanyalah penumpukan sementara di pasar tumpah dan lampu merah
saja. Patokannya apa kok bisa bilang lebih cepet saat itu? Di pagi hari, saya
mendapat berita dari teman saya yang berangkat dari Jakarta pukul 6 sore masih
berada di tengah-tengah kemacetan Tol Cikampek – Tol Cipali, sedangkan saya
yang berangkat tengah malam sudah siap untuk masuk Tol Cirebon saat itu. Kemacetan
luar biasa kembali terjadi setelah Tol Cirebon berakhir dan saya melewati jalur
Tol Brexit yang masih belum selesai pengerjaannya. Saat itu kondisinya masih
tanah yang super berdebu, jadi kami seperti sedang melewati padang pasir di
Timur Tengah. So, ini menjadi pengalaman yang luar biasa berbeda buat kami.
Di tahun 2016 ini, pulang pergi saya
benar-benar melewati keseluruhan jalur Tol Cikampek – Tol Cipali – Tol Cirebon –
Tol Brexit. Masih macet? Ya sudah pasti, tapi toh ini keinginan kami sekeluarga
untuk melewati jalur full tol saat
itu. Setelah keluar tol Brexit kondisi lalu lintas sebenarnya lancar, hambatan
terbesarnya adalah dari mereka-mereka yang ingin mengantri untuk mengisi bensin
di pom bensin. Jadi antrian mobil yang super panjang ini memakan hampir
setengah badan jalan sendiri. Untungnya kami tidak merasakan berjam-jam hanya
untuk mengantri bensin, kami baru mengisi bensin dengan tenang tanpa mengantri
di daerah Bumiayu, karena saat itu saya akan ke Purwokerto.
Lalu apa yang menjadi highlight disini, sehingga saya menulis
artikel ini?
- Sampah
- Ketidakteraturan Pengemudi
Sepanjang jalan Tol Cikampek –
Brexit, rest area, pom bensin saat
mudik tak ada bedanya seperti lautan sampah. Kenapa sih kalian gak merasa risih
sama hal seperti ini? Saya melihatnya saja sudah risih, apalagi melakukannya. Sampah
kemasan mie instant, gelas kopi,
kaleng minuman berenergi, botol air mineral, bungkus rokok, dll. Gregetan deh!
Kalian kan bisa menyimpannya terlebih dahulu di mobil menggunakan kantong
plastik jika tidak ada tempat sampah di mobil. Kalaupun kepepet tidak ada
kantong plastik atau tidak ada tempat sampah, setidaknya kumpulkan
sampah-sampah tersebut setelah makan di satu tempat saja. Bukan membuangnya
seenaknya saja seperti seolah Anda itu raja dan akan ada yang membersihkan
sampah Anda itu! Yang lebih mengenaskan lagi, saya bukan hanya sekali dua kali
melihat mobil yang seharga 300-500jutaan di jalan membuka kacanya hanya untuk
melemparkan sampah ke jalanan. Hallo…..!!!
Come on people….!!!!
http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2016/04/26/699226/670x335/antisipasi-macet-saat-mudik-tiket-tol-akan-dijual-di-supermarket.jpg |
http://cdn.tmpo.co/data/2016/07/05/id_520920/520920_620.jpg |
Kedua adalah tingkah laku berkendara
kalian di jalan raya. Tolong banget tingkah kalian bekendara di Jakarta jangan
sampai dibawa ke daerah, karena itu sangat merugikan. Kalian mengeluh kemacetan parah atau stuck berjam-jam yang padahal itu dikarenakan ulah
kalian sendiri sebagai pengendara. Bayangkan saja jalur 2 arah yang seharusnya kalian mengantri satu baris, kalian justru menerobos dan menyerobot jalur arah berlawanan untuk sampai lebih cepat. Namun
hasilnya? Hasilnya justru membuat kendaraan dari arah berlawanan berhenti total karena kendaraan kalian menghalangi jalannya. Ilustrasinya begini mungkin…
Cobalah kalian bisa tertib mengikuti
jalur yang benar dan tidak berusaha menyerobot satu sama lain. Mungkin hasilnya
tidak akan serumit itu dan macet pun tidak menjadi stuck berjam-jam hanya karena kami harus mengalah memberikan sela/rongga
bagian kalian untuk bisa masuk lagi ke barisan asal. Ayolah kita semua ini orang yang
berpendidikan dan bekerja di Jakarta dengan harkat serta martabat yang tentunya
lebih tinggi dari mereka yang tinggal di daerah. Tunjukkan kalau kita itu bisa
tertib dan rapi di wilayah lain, okelah jika memang di Jakarta kita terbiasa semrawut dengan lalu lintas yang chaos. Tapi tolong sikap kita berkendara
di Jakarta jangan dibawa ke daerah. Oke?
Harusnya kita sudah terbiasa akan
hal itu karena memang menjadi makanan setiap tahun yang harus dihadapi sebagai
pengendara roda dua atau roda empat saat musim mudik tiba. Kalau tidak mau terkna
macet ya naik kereta atau pesawat saja. Ya, nggak? Kalian nggak mau dicap
sebagai orang Jakarta yang arogan, sombong, dan sok. Kalian selalu ingin dicap
sebagai orang Jakarta yang berpendidikan, bertahta tinggi, dan berkelas? Pergi
ke desa/kampung dengan bangga karena kalian sudah sukses bekerja di Jakarta,
karena kalian mahkluk pekerja dengan gaji belasan/puluhan juta di Ibukota? Itu
boleh dan memang nggak munafik kok. Tapi akan jauh lebih membanggakan lagi jika
kalian tidak melakukan kedua hal tersebut yang saya bahas selama perjalanan ke
kampung halaman. Anda berarti benar-benar hebat! :)
Comments
Post a Comment