Problema MUDIK 2016 dan BREXIT (Tol Brebes Exit)

Kenapa Kita Selalu Menyalahkan Pemerintah? 
Apakah Kita Tak Pernah Berkaca Kepada Diri Sendiri?

Sepertinya kita tidak akan ada habisnya dan tidak akan pernah bersyukur jika selalu menyalahkan orang lain terhadap masalah yang kita alami. Salah satunya adalah yang terjadi beberapa minggu lalu yaitu pada euforia mudik dan Brexit. Saya disini hanya mau menyampaikan sedikit pendapat saja sebagai seorang yang setiap tahunnya pulang kampung menuju Semarang menggunakan kendaraan roda empat dan tentunya melewati jalur Pantura yang dikenal menyeramkan. Saya sedikit geram terhadap mereka-mereka yang ribut-ribut mengeluhkan kemacetan Pantura dan terlebih lagi di tahun ini ditambah dengan Brexit (Brebes Exit). Kenapa sih harus seheboh itu? Toh kalian juga setiap tahunnya pulang kampung dan harusnya sudah terbiasa dong dengan hal seperti ini. Dinikmati saja bro sis macetnya Pantura saat mudik!
http://assets.kompas.com/data/photo/2016/07/02/2151318brebes-macet780x390.jpg
Begini, pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat jalan tol yang menyambungkan dari Jakarta – Cikampek – Cirebon – Brebes – dan selanjutnya mungkin akan berlanjut sampai Semarang – Solo – Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penumpukan kendaraan di jalur “biasa” Pantura, kendaraan diharapkan terpecah menjadi 2 jalur (jalur biasa dan jalur tol). Saya tahu ini adalah solusi luar biasa dari pemerintah dan mereka sudah bekerja keras atas hal ini. Tinggal balik ke masing-masing dari diri kita sebagai pengendara apakah ingin melalui jalur biasa Pantura atau ingin melewati jalan tol barunya.

Saya ambil 3 tahun terakhir yaitu 2014, 2015, dan tahun ini 2016. Di tahun 2014 saya masih melewati jalur biasa Pantura dengan keluar tol terakhir adalah Cikampek. Setelah keluar tol, saat itu arus dialihkan sebagian untuk melewati jalur Subang dan bertemu kembali di Cirebon. Macet? Ya, itu sudah pasti kok. Bahkan di jalur Subang yang jalanannya naik turun melewati hutan-hutan, saya dihadapkan dengan macet yang berjam-jam lamanya. Saya dan banyak pengendara lain bahkan mematikan mesin mobil dan keluar untuk saling menyapa satu sama lain. Itu terjadi tengah malam dan di tengah hutan! Bayangkan. Capek dan lelah memang, itu wajar kok. Tetapi apa daya dan kami bisa apa, toh kami sendiri yang memutuskan untuk mudik ke kampung halaman menggunakan kendaraan roda empat.

Kemudian di tahun 2015 lalu, pengumuman penggunaan Tol Cipali pun disebarluaskan. Tol Cipali yang menyambung dari Tol Cikampek sampai Tol Cirebon ini tidak kalah macetnya saat itu. Saya yang berangkat sekitar H-3 sudah banyak mendengar berita kemacetan dari Tol Cikampek – Tol Cipali. Jadi saya memutuskan untuk tidak melalui tol dan akan baru masuk tol di Cirebon. Hasilnya? Sama sekali tidak ada kemacetan yang berarti disana, hanyalah penumpukan sementara di pasar tumpah dan lampu merah saja. Patokannya apa kok bisa bilang lebih cepet saat itu? Di pagi hari, saya mendapat berita dari teman saya yang berangkat dari Jakarta pukul 6 sore masih berada di tengah-tengah kemacetan Tol Cikampek – Tol Cipali, sedangkan saya yang berangkat tengah malam sudah siap untuk masuk Tol Cirebon saat itu. Kemacetan luar biasa kembali terjadi setelah Tol Cirebon berakhir dan saya melewati jalur Tol Brexit yang masih belum selesai pengerjaannya. Saat itu kondisinya masih tanah yang super berdebu, jadi kami seperti sedang melewati padang pasir di Timur Tengah. So, ini menjadi pengalaman yang luar biasa berbeda buat kami.

Di tahun 2016 ini, pulang pergi saya benar-benar melewati keseluruhan jalur Tol Cikampek – Tol Cipali – Tol Cirebon – Tol Brexit. Masih macet? Ya sudah pasti, tapi toh ini keinginan kami sekeluarga untuk melewati jalur full tol saat itu. Setelah keluar tol Brexit kondisi lalu lintas sebenarnya lancar, hambatan terbesarnya adalah dari mereka-mereka yang ingin mengantri untuk mengisi bensin di pom bensin. Jadi antrian mobil yang super panjang ini memakan hampir setengah badan jalan sendiri. Untungnya kami tidak merasakan berjam-jam hanya untuk mengantri bensin, kami baru mengisi bensin dengan tenang tanpa mengantri di daerah Bumiayu, karena saat itu saya akan ke Purwokerto.

Lalu apa yang menjadi highlight disini, sehingga saya menulis artikel ini?

  • Sampah
  • Ketidakteraturan Pengemudi
Sepanjang jalan Tol Cikampek – Brexit, rest area, pom bensin saat mudik tak ada bedanya seperti lautan sampah. Kenapa sih kalian gak merasa risih sama hal seperti ini? Saya melihatnya saja sudah risih, apalagi melakukannya. Sampah kemasan mie instant, gelas kopi, kaleng minuman berenergi, botol air mineral, bungkus rokok, dll. Gregetan deh! Kalian kan bisa menyimpannya terlebih dahulu di mobil menggunakan kantong plastik jika tidak ada tempat sampah di mobil. Kalaupun kepepet tidak ada kantong plastik atau tidak ada tempat sampah, setidaknya kumpulkan sampah-sampah tersebut setelah makan di satu tempat saja. Bukan membuangnya seenaknya saja seperti seolah Anda itu raja dan akan ada yang membersihkan sampah Anda itu! Yang lebih mengenaskan lagi, saya bukan hanya sekali dua kali melihat mobil yang seharga 300-500jutaan di jalan membuka kacanya hanya untuk melemparkan sampah ke jalanan. Hallo…..!!! Come on people….!!!!
 
http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2016/04/26/699226/670x335/antisipasi-macet-saat-mudik-tiket-tol-akan-dijual-di-supermarket.jpg
http://cdn.tmpo.co/data/2016/07/05/id_520920/520920_620.jpg
Kedua adalah tingkah laku berkendara kalian di jalan raya. Tolong banget tingkah kalian bekendara di Jakarta jangan sampai dibawa ke daerah, karena itu sangat merugikan. Kalian mengeluh kemacetan parah atau stuck berjam-jam yang padahal itu dikarenakan ulah kalian sendiri sebagai pengendara. Bayangkan saja jalur 2 arah yang seharusnya kalian mengantri satu baris, kalian justru menerobos dan menyerobot jalur arah berlawanan untuk sampai lebih cepat. Namun hasilnya? Hasilnya justru membuat kendaraan dari arah berlawanan berhenti total karena kendaraan kalian menghalangi jalannya. Ilustrasinya begini mungkin…


Cobalah kalian bisa tertib mengikuti jalur yang benar dan tidak berusaha menyerobot satu sama lain. Mungkin hasilnya tidak akan serumit itu dan macet pun tidak menjadi stuck berjam-jam hanya karena kami harus mengalah memberikan sela/rongga bagian kalian untuk bisa masuk lagi ke barisan asal. Ayolah kita semua ini orang yang berpendidikan dan bekerja di Jakarta dengan harkat serta martabat yang tentunya lebih tinggi dari mereka yang tinggal di daerah. Tunjukkan kalau kita itu bisa tertib dan rapi di wilayah lain, okelah jika memang di Jakarta kita terbiasa semrawut dengan lalu lintas yang chaos. Tapi tolong sikap kita berkendara di Jakarta jangan dibawa ke daerah. Oke?

Harusnya kita sudah terbiasa akan hal itu karena memang menjadi makanan setiap tahun yang harus dihadapi sebagai pengendara roda dua atau roda empat saat musim mudik tiba. Kalau tidak mau terkna macet ya naik kereta atau pesawat saja. Ya, nggak? Kalian nggak mau dicap sebagai orang Jakarta yang arogan, sombong, dan sok. Kalian selalu ingin dicap sebagai orang Jakarta yang berpendidikan, bertahta tinggi, dan berkelas? Pergi ke desa/kampung dengan bangga karena kalian sudah sukses bekerja di Jakarta, karena kalian mahkluk pekerja dengan gaji belasan/puluhan juta di Ibukota? Itu boleh dan memang nggak munafik kok. Tapi akan jauh lebih membanggakan lagi jika kalian tidak melakukan kedua hal tersebut yang saya bahas selama perjalanan ke kampung halaman. Anda berarti benar-benar hebat! :)

Comments