10 (+1) Things I'll Never Forget About Jogja (part 2 of 3)
3. Hujan Abu Merapi
Ini menjadi sebuah pengalaman yang
benar-benar menyedihkan bagi saya dan banyak orang saat itu. Tahun 2010, dimana
saya baru tinggal selama kurang lebih setahun di Jogja. Saya inget betul pas lagi
asik tidur, sekitar jam 2 pagi tiba-tiba heboh di depan kamar suara berisik dan
rame. Saya kira biasa lah anak-anak nih gegonjrengan gitaran, tapi kok setelah denger
obrolannya sedikit beda ya. Benar saja, pas saya buka pintu kamar dan keluar, semua putih
benderang kayak salju. Oh tuhan, serem dan mencekam!
Saya langsung masuk lagi dan menyalakan TV,
yang ternyata beritanya sudah heboh di semua saluran. Saya nggak bisa tidur lagi
saat itu dan ketika waktu hampir subuh, handphone terus berdering berulang kali dari nyokap, sodara, dan temen-temen. Jam 6
pagi yang biasa disini udah terang benderang, tapi saat itu masih gelap dan suasananya
beneran persis kayak di film The Mist. Saya juga nggak mungkin diem doang di
kamar sendirian pagi itu, saya pergi keluar untuk ke kos temen yang nggak jauh
jaraknya. Berbekal sapu tangan yang sudah saya basahi sedikit dengan air dan helm
sebagai penutup, saya menembus hujan abu yang masih turun lebat di pagi itu.
Suasana jalan Kaliurang beneran mencekam
dan mobil ambulance bolak-balik
dengan suara sirene yang tak
henti-hentinya mengaung. Apotik-apotik penuh dengan mereka yang ingin mengantri
untuk membeli masker. Perut yang kelaparan dan tak ada satupun warung yang buka
saat itu. Ini gimana nasib kami? Kami harus apaaa? *pertanyaan yang selalu
terngiang di kepala saat itu*
tengah malam terbangun dengan kondisi mencekam |
hujan abu yang super tebal |
benar-benar mencekam suasana saat itu |
Selang 3-4 hari berlalu, kampus
diliburkan, posko-posko darurat banyak yang didirikan di pinggir jalan, dan travel agent pun ramai dari mereka yang
ingin membeli tiket pulang ke tempat asalnya. Sehari sebelum saya pulang,
malamnya kembali turun hujan pasir yang jauh lebih lebat dari hujan abu
sebelumnya. Karena ini pasir jadi suara yang ditimbulkan saat jatuh ke daun di
pepohonan lebih deras dan kencang. Suasana pun kembali memburuk dan mencekam
malam itu.
Keesokan harinya saya pulang
menggunakan bis antarkota melalui Muntilan – Magelang yang sungguh tidak bisa
dipercaya, bahwa disini kondisinya jauh-jauh lebih parah dari Jogja. Semua
bangunan luluh lantah dengan hujan abu dan lumpur dari lereng Merapi yang
terbawa air. Lagi-lagi suasana jalan raya Jogja – Magelang saat itu benar-benar
mencekam karena jalanan tertutup lumpur, langit gelap, dan suara sirene ambulance yang saling bersahutan
satu sama lain. Bencana sudah berlalu bertahun-tahun,
tanah disana pun menjadi tanah yang mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi dari
sisa-sisa longsoran vulkanik gunung Merapi. Sekarang kawasan Merapi sudah
kembali pulih dan kembali hijau.
4. Random Thing Ada Bapak-Bapak Bergamis ke
Kamar
Ahahaha…. Ini lucu banget dan juga
nggak bakal saya lupain. Jadi ceritanya, saya lagi asik-asiknya internetan di kamar
sendirian, dengan kondisi pintu terbuka karena panas. Tiba-tiba ada yang
ketok-ketok pintu kamar dan saya otomatis keluar dong. Ternyata nggak cuma
seorang, tapi 3 orang yang bergamis, dua bergamis putih dan yang satu bergamis
item (ini kayaknya ketua sukunya nih!).
Saya berusaha ramah dong saat itu,
karena disini saya juga seorang pendatang. Saya diajak salaman sama orang-orang
bergamis itu. Nah setelah itu barulah puncak kekesalan yang bikin males. Lah
siapa elu siapa gw, kok tau-tau saya diceramahin di depan pintu kamar kos sendiri.
“mas ini masih muda, jadi harus
bla….bla….bla….”
“mas ini daripada di kamar setiap
malam, sebaiknya bla…bla…bla….”
“……..”
Terus itu sang ketua sukunya
nyerocos, yang ternyata intinya mau ngajakin saya ikut pengajian mereka. Ya saya bilang aja, kalo saya nggak bisa karena lagi ngerjain tugas kuliah yang banyak
banget (padahal bohong). Dan tau apa doi tetep maksa tapi dengan omongan yang
super halus. Laaah!! Ya apalah saya yang juga ngotot kalo nggak bisa. Dan pada
akhirnya si trio kwek-kwek itu pergi dengan muka lemas karena nggak berhasil
ngajak saya. Haha…
Ya beginilah kondisi di Jogja, saya memang dari awal sudah diwanti-wanti sama nyokap (yang dulu kuliah dan kos di
Jogja juga) kalau disini emang banyak banget penganut aliran Islam yang
“melenceng” dari biasanya. Yang pernah tinggal di Jogja pasti tau lah ya
daerah-daerah mana aja yang banyak orang-orang kayak gininya. Keep safe guys..!!
5. Banyak Acara Gratisan dan
Murah
Jogja adalah surganya sejuta event/acara bagus, menarik, dan tentunya
gratis. Jika tidak gratis, minimal masih terjangkau di kalangan mahasiswa. Hampir
setiap minggunya di Jogja selalu ada acara yang bisa kita kunjungi dan
nikmatin. Bahkan ada yang memang rutin diadakan setiap minggu untuk acara yang
bersifat gratisan, seperti salah satunya Jazz
Mben Senen yang diadakan di Bentara Budaya, Yogyakarta setiap hari Senin
malam.
Sewaktu saya pindah dan kembali ke
Jakarta, yang dikangenin adalah bisa dateng dan nikmatin acara-acara menarik
seperti di Jogja. Sebenernya disini juga ada, biasanya yang paling sering ngadain
adalah IFI (Institute Francais Indonesia)
Jakarta atau Goethe Institute Jakarta.
Namun, lagi-lagi biasanya mereka memberi pembedaan kalau yang di Jogja bisa
gratis, tetapi yang di Jakarta dikenakan HTM untuk tiket masuknya. Bayangkan di Jogja itu punya acara
tahunan yang namanya Ngayogjazz. Ini
adalah acara yang menurut saya lumayan besar skala-nya untuk konser dari
penyanyi-penyanyi jazz yang terkenal
dan mumpuni. Tiap tahunnya diadakan di lokasi yang berbeda-beda dan
pengunjungnya pun semakin bertambah banyak. Tidak heran memang, karena acara ini
sepenuhnya gratis dibuka untuk umum.
Acara gratis pun juga sering
diadakan di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) seperti acara tahunan Pasar Kangen
atau Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Dimana acara ini menampilkan banyak
ragam kuliner tradisional dan pameran seni dari banyak seniman di Indonesia. Memang
tidak salah, jika Jogja juga disebut dengan Kota Seniman.
Ngayogjazz source: http://www.yogya-backpacker.com/ |
6. Ngamen Nyari Dana Buat
Acara
Ngamen mencari uang sepanjang jalan
Kaliurang, dari satu tenda warung makan ke tenda lainnya, bukan perkara yang
gampang lo. Emang nyari uang tu susah ya beneran! Jadi ceritanya saya dan temen-temen
mau ngadain sebuah acara di kampus dan harus mendapatkan dana yang cukup untuk
acara tersebut. Segala cara dilakukan, selain memang mencari sponsor kesana
kemari, salah satunya adalah dengan mengamen. Ya, walaupun mungkin nggak bakal seberapa
yang didapatkan untuk mendukung financial
acaranya, tapi setidaknya ini juga sebagai sarana refreshing buat kita selaku panitia acara.
Ngamen dengan 2 pemain gitar dan 5-6
orang yang bernyanyi, kami tiap malam berkeliling sepanjang jalan Kaliurang
untuk mendapatkan rupiah. Cieeelah… haha.. Yang menentukan lagu tentunya sang 2
gitaris, jadi ketika saya nggak tau liriknya, maka saya sibuk dengan browsing mencari lirik lagu dan
melihatnya lewat handphone. Ada yang
berbaik hati memberikan 10-20rb karena kami menjelaskan kalau kami sedang mencari
dana untuk acara yang akan kami adakan, tapi ada juga yang keji dan kejam
(wkwkwk) hanya memberikan 300 rupiah dari seorang bule yang sedang makan
lesehan di pinggir jalan. Ahahahahha…………… Sungguh pengalaman yang luar biasa!!
source: |
Comments
Post a Comment