Trip Report Hari Kedua: Sampai di Beijing dengan Penuh Rasa Norak dan Kedinginan!
Minggu, 14 Januari 2018
Beijiiiiing!!!
Pesawat mendarat di Bandara Capital
International Airport (BCIA) tepat pukul 5 pagi, jika sesuai itinerary gue
akan langsung naik kereta menuju pusat kota, namun hal itu tertunda hingga
pukul setengah 7 pagi, karena ternyata Airport Express baru dibuka jam 6:35.
Ada hal bodoh yang gue perbuat
ketika bertanya jam buka Airport Express ke polisi bandara yang ternyata nggak
mengerti bahasa Inggris, si polisi hanya menunjuk-nujuk angka di jam tangan
gue. Kenapa bodoh? Iya, ngapain susah payah gue bertanya ke si polisi, wong
jelas-jelas di depan ruang tunggunya tertera jam buka dan jam tutupnya. Elah,
punya mata makannya dipakai ki!
Selalu Periksa Uang Kembalian!
Sambil menunggu jam buka Airport
Express, gue mampir ke Family Mart. Niatnya mencari roti sebagai pengganjal
perut pagi itu. Roti didapatkan, bayar di kasir, selesai. Eitss, tunggu dulu! Gue
hampir aja kecolongan di sini, yang ternyata setelah dihitung kembaliannya
masih kurang 20 CNY. Untung belum jauh pergi dan buru-buru balik ke kasir buat
bilang kalau kembaliannya kurang.
Gue udah siap berdebat kalau-kalau
si kasir ngotot bener kasih kembaliannya, tapi ternyata si kasir memberikan
uang kekurangannya dengan santai tanpa rasa bersalah.
Oke, ini pelajaran pertama di
Beijing, berarti setelah terima uang harus dihitung dulu kembaliannya di depan
penjualnya sebelum pergi jauh. Hampir aja gue membiarkan uang 20 CNY itu
lenyap, berarti kalau di Rupiah-kan sekitar 42.000-an, lumayan kan.
keren njir pakai tulisan pinyin! berasa mau ke perguruan kungfu.. |
maaf ya alay norak |
pemalas jalan kaki, maunya enak terus |
roti manis, ada salah satu yang mirip ini di Holland Bakery, haha |
ini dibeli si Andi gara-gara bungkusnya keren, isinya roti mentega doang |
SIM Card aja ada vending machine-nya |
Yikatong atau Single Trip Ticket?
Sekitar jam 6:15 waktu Beijing, lift menuju lantai bawah (Airport Express) sudah menyala dan gue membeli tiket dengan harga 25 CNY.
Sekitar jam 6:15 waktu Beijing, lift menuju lantai bawah (Airport Express) sudah menyala dan gue membeli tiket dengan harga 25 CNY.
Perjalanan dari Beijing Capital International Airport menuju Dongzhimen
Station (pusat kota) memakan waktu sekitar 40-50 menit. Selama perjalanan gue
kaget kalau ternyata jam 7 pagi di Beijing langitnya masih gelap gulita, aneh
aja buat gue yang biasanya udah lihat matahari jam setengah 6 pagi bahkan jam 5
pagi di Indonesia.
Sampai di Dongzhimen Station lagi-lagi kebingungan, karena baca di blog
gue harus membeli Yikatong (kartu transportasi di Beijing) dengan saldo dan
deposit, bukan single trip ticket. Kebingungan setelah berulang
kali menjelaskan dengan bahasa Inggris ke si mbak-mbak loket tapi tetap saja
doi nggak mengerti. Akhirnya daripada kelamaan nyerucus di depan loket (antrean
udah panjang banget), gue memutuskan untuk membeli single trip ticket ke
Zangzhiholu Station.
Pertama Kalinya Merasakan Suhu Dingin
Sampai di Zangzhiholu Station, gue harus berjalan kaki menuju penginapan
karena ingin menitipkan tas terlebih dahulu pagi itu. Pas keluar dari stasiun
subway, kaget banget karena jam 8 pagi masih gelap (mirip suasana mendung kalau
mau hujan di Indonesia) dan berkabut, paling terasa adalah dinginnya suhu udara
pagi itu yang mencapai -10O Celsius.
Manusia tropis pertama kali merasakan suhu minus, hidung langsung meler,
tapi malah girang sendiri mainan napas yang keluar dari mulut.
Berjalan kaki melewati hutong (gang kecil) yang suasananya khas banget,
bikin tambah semangat pagi itu walaupun dinginnya udah merasuk ke sela-sela
celana karena nggak pakai long john.
Sampai di penginapan gue langsung membayar total biaya menginapnya
ditambah uang deposit yang akan dikembalikan saat check-out nanti.
punya mata dipake makannya woi ki! jelas-jelas jam buka-tutupnya ada di sana |
ini nih, pas pintu otomatisnya terbuka, kaget bukan main sama angin dinginnya yang masuk! aaaaa.... |
di dalam Airport Express jam 6 pagi menuju pusat kota Beijing |
sok-sokan bergaya, padahal pagi itu -10 derajat! |
jalan ke penginapan, itu yang di sebelah kiri ternyata toilet umum |
Dibawa Malu, Dibuang Sayang
Setelah tas ditaruh di penginapan, gue langsung keluar lagi dan kembali berjalan kaki ke stasiun subway untuk menuju Temple of Heaven. Sampai di lokasi, teman masih menggigil kedinginan dan kita berganti jaket, apesnya jaketnya itu kecil banget.
Setelah tas ditaruh di penginapan, gue langsung keluar lagi dan kembali berjalan kaki ke stasiun subway untuk menuju Temple of Heaven. Sampai di lokasi, teman masih menggigil kedinginan dan kita berganti jaket, apesnya jaketnya itu kecil banget.
Nah, ada yang lucu di sini, selama berada di kawasan Temple of Heaven, kita notice kalau nggak ada yang membawa air minum, sedangkan teman menenteng air minum saat itu, botol besar pula. Air minum itu pun menjadi perbincangan kita berdua selama berada di Temple of Heaven, dibuang sayang, nggak dibuang malu bawanya, duh kasihan banget kamu air minum.
Sampai di akhir keliling Temple of Heaven ini air minumnya sama sekali utuh, bukan karena apa, di sini walaupun sudah berjalan jauh, lelah, tapi nggak haus sama sekali. Air minumnya pun menjadi dingin seperti keluar dari freezer, kan males ya dingin-dingin minum air dingin.
gradasi warna langitnya bagus, kelihatan nggak? |
besar dan luas banget! |
Susahnya Mencari Makan Siang
Setelah keluar dari Temple of Heaven kita berencana mencari makan siang, tapi ternyata mencarinya nggak semudah yang dibayangkan. Susah cari makan di sini. Pertama karena jarang tempat makan atau restoran di sepanjang jalan sekitar Temple of Heaven. Kedua karena sekalinya bertemu tempat makan, rata-rata mereka menyediakan menu babi.
Setelah keluar dari Temple of Heaven kita berencana mencari makan siang, tapi ternyata mencarinya nggak semudah yang dibayangkan. Susah cari makan di sini. Pertama karena jarang tempat makan atau restoran di sepanjang jalan sekitar Temple of Heaven. Kedua karena sekalinya bertemu tempat makan, rata-rata mereka menyediakan menu babi.
Mencari terus mencari, sampai bertemu dengan tempat makan yang
menjual dumpling dan mi “daging” yang sepertinya (you know
what I mean lah). Kita udah kelaperan banget dan nggak pikir panjang
buat memesan Chinese noddle yang dijual di sana.
Di tempat makannya nggak ada tulisan latin sama sekali, semuanya pinyin,
yang gue mengerti hanyalah angka 12 yang di mana prediksi gue benar kalau itu
adalah harga makanannya. Jadi satu porsi mi “daging” harganya sekitar 25.000
Rupiah, murah!
Nah, ada kejadian yang bikin semua orang yang lagi makan menengok ke arah
gue yang lagi antre, si kokinya pas mau ngasih ke gue tiba-tiba menjatuhkan
mangkuk mi-nya, duh!
Akhirnya gue menunggu dibuatkan porsi mi yang baru dan kemudian pergi
duduk di depan penduduk lokal yang juga lagi asyik makan mi. Porsi mi
“daging”-nya besar, ukuran mi-nya juga besar, kuahnya cenderung berminyak tapi
enak dan “daging” pun nggak alot.
Setelah perut kenyang terisi, gue masuk ke dalam swalayan yang berada di
sampingnya, membeli jajan untuk dimakan di penginapan.
sama sekali nggak ada tempat makan sepanjang jalan ini |
nyari toilet umum sampai ke gang kecil |
ada selimut di setiap motornya, buat nahan angin yang bisa bikin beku |
ini dia.. |
dumpling buat yang antre di ujung dan yang paling ramai |
makan harus bergantian tempat |
mi "daging", hahahahha.. |
Bidadari Penolong dari Surga
Teman yang dari Temple of Heaven terus mengeluh kedinginan, berusaha mencari coat murah dan masuk ke setiap toko coat di sepanjang jalan yang dilalui. Sampai kita salah masuk ke toko khusus perempuan dan pas bilang nggak jadi beli si penjual ngedumel-dumel sendiri, haha.
Teman yang dari Temple of Heaven terus mengeluh kedinginan, berusaha mencari coat murah dan masuk ke setiap toko coat di sepanjang jalan yang dilalui. Sampai kita salah masuk ke toko khusus perempuan dan pas bilang nggak jadi beli si penjual ngedumel-dumel sendiri, haha.
Ketika pulang ke penginapan, di stasiun subway gue bertemu dengan seorang
perempuan muda baik hati yang mungkin melihat gue kebingungan di depan loket,
mencolek gue dan berkata,
“excuse me sir, can I help you?”
Gue seakan melihat bidadari yang turun di tengah padang pasir.
Berkomunikasi lah gue dengan perempuan muda itu yang sepertinya mahasiswa
karena fasih berbahasa Inggris dan menjadi perantara gue dengan si mbak-mbak
loket untuk membeli Yikatong dengan saldo dan deposit, bukan single
trip ticket. Thank you banget!
Do you want to join a Club?
Sampai di penginapan sekitar jam 3 sore dan teman pun langsung tumbang istirahat, badan panas minum Antangin dan Panadol. Dia masih tertidur sampai jam 6 sore, sedangkan gue udah mandi dan siap keluar lagi, padahal gue juga mulai terasa capek.
Malam itu gue menuju Sanlintun yang ternyata tempatnya fancy banget.
Pas lagi asyik duduk santai di Sanlintun ini, tiba-tiba ada cewek berpakaian
seksi yang mencolek gue dan berbicara bahasa Chinese, gue bilang;
“Sorry, I’m a tourist”
dan dia langsung balas dengan bahasa Inggris;
“Do you want to join a Club?”
Hahahhaa.. ngik ngok! Apesnya gue, sepatu boots yang gue pakai jebol di
bagian sol-nya, membuat gue pas pulang dari Sanlintun mampir ke swalayan
membeli lem. Sampai di penginapan, teman udah merasa baikan dan kita makan
malam dengan menyeduh mi instan, haha.. mi lagi mi lagi.
kalau sore juga bagus sepertinya, warna-warni setiap kacanya bakal lebih terlihat |
jadi romantis gini, tapi saya sendiri ke sini |
ini enak ternyata, padahal main asal ambil aja |
menu makan malam darurat karena susah cari makan |
Biaya Hari ke-2:
Roti Manis Cokelat 4 CNY
Air Mineral 1.50 CNY
Airport Express 25 CNY
Subway ke Zangzhiholu 3 CNY
Biaya Hostel Per Malam (146 CNY :
2) 73 CNY
Deposit Hostel 50 CNY
Subway ke Tiananmen East 3 CNY
Temple of Heaven 28 CNY
Yikatong saldo 50 CNY
Deposit Yikatong 20 CNY
Mi “Daging” 12 CNY
Lay’s Cumi 9.90 CNY
Mi Instan Cup 3.50 CNY
Swalayan 34.1 CNY
TOTAL : 317 CNY (Rp 786.000,-)
Swalayan 34.1 CNY
TOTAL : 317 CNY (Rp 786.000,-)
Sebelumnya,
Comments
Post a Comment