Sarapan Mendoan di Warung Taru, Dago Atas; Enak Pisan Kang!
Ya elah, warung doang ki, pakai
di review segala…
Taru? Apaan tuh, baru denger…
Eitss, oke, jangan dulu meremehkan
namanya, walaupun disebut “warung” tapi kenyataannya kasta atau strata-nya
berada di posisi tengah. Sebuah rumah makan bernuansa kayu “njawani” yang
berada di Jl. Ir. H.Djuanda No.437, Dago.
Kalau pernah ke Tahura, Curug Maribaya, Tebing Keraton, Bukit Moko, dan kafe-kafe gaul di daerah Dago Atas pasti akan melewatinya. Sama seperti gue yang udah bolak-balik melewatinya tapi baru bisa mampir kemarin di long weekend yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-73, merdeka!
Kalau pernah ke Tahura, Curug Maribaya, Tebing Keraton, Bukit Moko, dan kafe-kafe gaul di daerah Dago Atas pasti akan melewatinya. Sama seperti gue yang udah bolak-balik melewatinya tapi baru bisa mampir kemarin di long weekend yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-73, merdeka!
itu di kanan adalah jalan yang mengarah ke Maribaya |
nggak terlalu kelihatan sih warungnya kalau dari jalan raya |
Oke, ternyata nama “Taru” berasal
dari bahasa sansekerta yang berarti semak/pepohonan, namun beberapa informasi
mengatakan bahwa penggunaan kata “Taru” di Warung Taru ini artinya Warung
Kayu/Rumah Kayu. Hmm…
Terlepas dari penamaannya, konsep rumah makan ini termasuk salah satu yang gue suka. Kenapa? Iya, nuansanya “njawani” banget, khas rumah adat Joglo Jawa Tengah dengan sedikit sentuhan retro klasik di dalamnya.
Suasananya semakin menyenangkan dengan banyaknya tanaman yang tumbuh subur, hijau, dan rindang di sini, apalagi dengan adanya suguhan pemandangan Bukit Dago yang juga menenangkan serta semilirnya angin yang berhembus di pagi itu, beuh! Suasananya aja udah jadi poin lebih. Mantul!
papan namanya berada di dekat pintu masuk |
nuansa kayu dan bambu yang menenteramkan |
banyak lonceng kayu buat kebo tuh digantung-gantung |
pemandangan perbukitan yang mendamaikan |
Menu makanan di Warung Taru ini
nggak neko-neko dan bukan menu western. Semuanya adalah santapan
sehari-hari dan tradisional yang sering kita temui. Misalnya untuk makanan
beratnya ada nasi liwet, nasi kuning, nasi pecel, soto ayam, lontong sayur,
baso cuanki, sampai roti bakar juga ada di sini.
Sedangkan untuk menu ringannya, mereka menyediakan tahu isi, tempe mendoan, pisang goreng, singkong goreng, bala-bala, dan bahkan bubur ketan hitam juga ada lo. Nice!
Sedangkan untuk menu minuman di
Warung Taru juga sama, nggak ada yang aneh-aneh, bahkan rata-rata menu
minumannya itu menyehatkan. Mulai dari teh lemon, wedang jahe, yoghurt, sarang
burung, cincau, gula asem, kelapa muda, rempah madu, sampai jus kedondong.
Bagi yang suka ngopi di sini juga ada, tapi hanya ada kopi tubruk dan kopi susu. Hanya ada 2 minuman yang bisa dibilang agak mengikuti zaman, yaitu Thai tea dan green tea, dah itu aja.
Gue dateng di pagi hari dan
beralasan nggak makan berat (gaya lu ki!), jadinya memesan menu
ringannya aja, tempe mendoan, pisang goreng, bubur ketan hitam, minumnya cincau hijau, dan wedang jahe. Loh kok banyak yaaa… Hehe.. Sebenernya menu beratnya sangat menggoda, misalnya penasaran nasi
pecelnya.
Rasanya gimana ki? Oke, satu per satu, mendoan adalah pemegang skor tertinggi di sini. Mereka bisa membuat mendoan sempurna, nggak terlalu kering, tetapi nggak lembek juga, pas. Tempe yang digunakan juga merupakan tempe dari yang berasal satu lembaran utuh (pernah lihat nggak tempe yang dibungkus daun pisang?), bukan tempe balok panjang yang dipotong-potong. Itu yang membuat rasa mendoan ini sangat menggugah selera pas dimakan, apalagi ketika dicocol sama sambelnya.
Kenapa sambelnya? Ternyata, ini bukan sambel kecap biasa dengan potongan rawit yang sering kita jumpai. Sepertinya sambel kecapnya pakai kecap khusus yang ada campuran gula jawa di dalamnya atau mereka menggunakan kecap biasa tapi ditambah sedikit gula jawa. Warnanya nggak hitam pekat, tapi kecokelatan. Gula jawanya yang membuat sambelnya pun lebih kental dari sambal kecap biasanya, enak banget, perfect!
Begitu juga dengan pisang gorengnya, penampilannya cantik. Lapisan tepung pisang renyahnya bertabur gula pasir berwarna cokelat yang berkilauan di atasnya, rasanya endeusss! Cocok sebagai pendamping minum kopi!
Untuk bubur ketan hitamnya, pait ketan hitamnya pas, warnanya pekat, dan nggak terlalu lembek. Santannya gurih dan nikmat, tapi ada satu hal yang membuat poinnya berkurang, nggak manis sama sekali cui. Nggak tau, entah karena mereka lupa memberi gula atau memang bubur ketan hitam di Warung Taru ini seperti ini?
Rasa es cincaunya seger banget, isinya banyak, tapi nggak ada yang spesial. Hal spesial justru datang dari teh jahenya yang di dalamnya punya potongan jahe yang luar biasa banyak, membuat rasanya menjadi pedes-pedes enak, nyaman saat melewati tenggorokan. Sip!
Untuk bubur ketan hitamnya, pait ketan hitamnya pas, warnanya pekat, dan nggak terlalu lembek. Santannya gurih dan nikmat, tapi ada satu hal yang membuat poinnya berkurang, nggak manis sama sekali cui. Nggak tau, entah karena mereka lupa memberi gula atau memang bubur ketan hitam di Warung Taru ini seperti ini?
eh ada tambahan kejunya juga di atasnya |
bubur ketan hitam yang penuh tanda tanya |
Jadi kesimpulannya, Warung Taru bisa menjadi tempat makan yang bisa didatangi ketika berada di daerah Dago Atas, Bandung. Mungkin ketika nanti gue berkunjung ke Bandung lagi, Warung Taru menjadi tempat makan yang bakal gue datangi kembali. Selamat sarapan!
Mendoan : Rp 14.000 (isi 3) 9/10
Pisang Goreng : Rp 12.000 (isi 4) 8/10
Bubur Ketan Hitam : Rp 13.000 7/10
Es Cincau : Rp 17.000 8/10
Teh Jahe : Rp 10.000 8/10
sarapannya bikin ngilerr euyy.. hehe
ReplyDeleteiya cuiii.. enak ini...
Deleteaku lihat tempe utuh , bukan yang poanjang dan dipotong potong, waktu di jogya. mendoannya dari satu tempe gitu. dan dibungkus daun pisang. ada yang dibungkus daun jati. ahhhh rasanya selalu beda
ReplyDeletenah, itu tempe kualitas terenak adalah tempe yang seperti itu mas..
Delete