Kehidupan Pulang Pergi Dengan Commuter Line dan Ojek Online, Ada Pelajaran Istimewa Di Sana!

source: www.malesbanget.com 
Di awal tahun 2017 tepatnya di bulan Januari, tempat di mana gue bekerja diharuskan pindah ke BSD (Bumi Serpong Damai), Tangerang, yang sebelumnya berada di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat. Menurut gue, BSD bukanlah lokasi yang dekat, Slipi aja udah terasa jauh, apalagi harus pindah ke Tangerang, bukan karena apa, rumah gue di Bekasi cui! Haha..

Berarti kalau sekarang bulan September 2018, terhitung udah 1 tahun 9 bulan gue bekerja di BSD, di mana hal itu juga mengharuskan gue untuk menggunakan transportasi umum untuk pergi dan pulang ke Bekasi. Walaupun menggunakannya hanya di hari Jum'at malam atau Sabtu pagi dan di Minggu malam atau Senin pagi, tapi intensitas gue menggunakan transportasi umum meningkat dari sebelumnya.

Banyak hal selama hampir 2 tahun, yang gue alami selama menggunakan transportasi umum, baik itu hal positif sampai hal negatif yang menjadi pelajaran tersendiri buat gue. Pelajaran yang membuat gue harus bertindak lebih baik dan pelajaran supaya gue tidak melakukan hal-hal yang salah apalagi merugikan banyak orang.

Sebuah Arti Ketertiban
Selama menaiki KRL (Commuter Line), gue banyak belajar tentang arti ketertiban. Tertib di mana gue bisa memposisikan kapasitas diri sebagai penumpang yang akan naik atau akan turun. Gue masih melihat banyak penumpang KRL ketika mau naik ke dalam kereta yang nggak sabaran dan selalu berdesak-desakan, mereka nggak mau mendahulukan terlebih dahulu penumpang yang akan turun. Akibatnya ketika keegoisan bertemu satu sama lain, pastinya akan bentrok dan justru menimbulkan sebuah masalah baru. Coba bayangkan ketika kita bisa tertib, kita bisa menunggu terlebih dahulu penumpang yang akan keluar dan setelah semuanya turun, barulah kita naik, terasa indah sepertinya.

Apa sih yang membuat kita terburu-buru atau tergesa-gesa naik ke dalam KRL?
Takut nggak dapet tempat duduk?
Takut ditinggal?

Oke, gue ngerti kalau memang banyak yang ingin mendapatkan tempat duduk, tapi apa iya harus sebrutal itu saat naik ke dalam KRL? Toh kalaupun nggak mendapatkan kursi duduk, legowo saja, ini transportasi umum bukan, bukan kendaraan milik pribadi? Lalu, alasan lainnya takut ditinggal kereta? Oke, masinis nggak akan menutup pintu kereta dan menjalankan kereta ketika semuanya belum turun atau naik. Ada petugas di setiap peron yang bakal ngasih kode ke masinis kalau kereta udah siap diberangkatkan atau belum. Jadi, santai aja bro/sis!

Kenapa Sulit Mentaati Peraturan?
Hal lain yang selama ini gue perhatikan adalah saat berada di stasiun adalah mengapa kita sulit sekali mentaati peraturan yang ada. Kita merengek minta ini minta itu, tapi ketika sudah disediakan fasilitasnya dan kemudian disuruh teratur susahnya bukan main, siapa yang salah? Kita! Iya kita sendiri, bukan orang lain. Hal itu terlihat saat mengantri naik dan turun eskalator, khususnya di stasiun Tanah Abang. Seperti yang pernah disosialisasikan berbulan-bulan di sana, bahwa barisan di eskalator sudah diatur menjadi 2 bagian, pertama di sisi sebelah kiri adalah untuk mereka yang diam dan sisi sebelah kanan adalah untuk mereka yang bergerak, kenyataannya? Duh.

Sewaktu masa sosialisasi yang berlangsung sekitar 1-2 bulanan, di ujung eskalator ada petugas yang menggunakan TOA dan berteriak untuk memberitahukan aturan eskalator sisi kanan dan sisi kiri ini. Sampai pada akhirnya petugas yang berjaga tidak ada, semua kembali membandel, masih ada saja yang berhenti di bagian sisi kanan eskalator. Solusinya bagaimana? Ya, itu dari kita pribadi masing-masing, jika kita melihat bahwa hal itu salah, jangan takut untuk sekedar menegur, karena jika tidak , hal ini akan menjadi kebiasaan yang bebal bagi masyarakat Indonesia.

Hal Untuk Menjadi yang Lebih Baik
Selain hal yang gue pelajari selama naik KRL, moda transportasi online pun banyak memberikan gue hal-hal baru dan masukan untuk pribadi gue yang lebih baik. Beberapa kali gue bertemu driver yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Misalnya pas si driver bener-bener nggak tau daerah yang padahal ramai, setelah gue tanya ternyata si driver sama sekali baru pernah lihat Jakarta karena dahulu beliau berjualan di kampung dan nggak pernah sama sekali jalan-jalan. Atau pas gue bertemu driver yang mengantar gue ke IKEA, sang driver bertanya ke gue “mas IKEA itu apa ya?”. Pak, pak berkah ya pak.

Keramahan, Faktor Penilaian Utama
Kemudian, salah satu poin yang menjadi penilaian penumpang kepada driver-nya adalah keramahan. Tapi gue harap keramahan ini bukan hanya semata-mata menjadi syarat pemenuhan poin dan rating driver-nya aja, gue berharap kalau itu murni dari hati saat melayani setiap konsumennya. Nggak jarang kok banyak driver yang memang ramah dan baik ketika melayani konsumennya, walaupun itu terlihat dari hal-hal sepele atau hal kecil, contohnya ketika si driver bertanya “sudah, mas?” saat penumpang sudah naik kendaraannya atau saat si driver mengucapkan “terima kasih” setelah selesai mengantarkan penumpangnya. Hal kecil yang sebenernya sepele, tapi nggak jarang kalau itu berarti buat kita. Tapi inget, itu harus timbal balik juga, maksudnya kita sebagai penumpang juga harus bisa  berperilaku ramah dan baik juga kepada setiap driver yang kita temui.

Setiap gue pulang dari Stasiun Bekasi atau Stasiun Cakung menuju rumah yang jaraknya itu kurang lebih sekitar 10 km dengan kemacetan yang ehmm gitu deh, gue selalu merasa iba dengan driver-nya karena sudah mengantarkan gue dengan selamat sampai ke rumah, walaupun memang itu adalah pekerjaannya. Maka dari itu, ketika gue sampai ke rumah, gue selalu memberikan satu botol minuman dingin sebagai bonus terima kasih, kebetulan sebelah rumah adalah warung. Banyak dari mereka yang masih tetap ramah setelah mengantarkan, tapi nggak jarang juga masih ada aja yang jutek bahkan tak mengucap sepatah kata pun setelah gue bilang "terima kasih". It's okey lah buat gue, yang penting gue nggak ikutan sebel atau membalasnya dengan hal negatif juga.

Bekerja Keras Demi Keluarga
Ada ceria lagi ketika gue bertemu dengan seorang bapak yang selama perjalanan menceritakan kisah hidupnya dengan anaknya. Si bapak mulai bercerita betapa sayangnya beliau kepada anaknya, betapa ikhlasnya beliau merelakan hidupnya demi anaknya, bekerja keras demi melihat anaknya sukses.

“saya mah nggak apa-apa mas kerja seharian capek begini, ini buat anak saya”
“anak saya alhamdulillah sekolahnya lancar, saya ikut seneng mas”
“kemarin saya ulang tahun, saya dibeliin hadiah sama anak saya, saya nggak minta apa-apa mas, tapi saya seneng karena masih inget sama saya”

Gimana nggak baper coba pas dengerin si bapak bercerita. 

Beda driver dan berbeda cerita yang mereka terkadang share ke penumpangnya. Pernah lagi ada cerita dari seorang driver yang membuat gue lebih bersemangat dan nggak putus asa untuk terus bekerja keras. Entah gue lupa awal percakapannya bagaimana, yang jelas selama perjalanan menuju stasiun, si driver-nya bercerita tentang semangatnya menjalani hidup dengan bekerja.


“mas kerja itu harus dinikmatin dan disyukuri, kalau kita ngeluh terus nggak ada habisnya”
“kita kerja harus ikhlas mas, supaya nantinya kerjaan kita bisa jadi berkah mas”
“rezeki udah diatur mas, udah ada porsinya, nggak bakal hilang”

Motivasi Kerja
Baru aja minggu lalu setelah tulisan ini dibuat, gue bertemu dengan salah satu driver hebat dan juga memotivasi gue untuk hidup lebih baik. Di mana driver yang mengantarkan gue pernah bekerja di perusahaan merek mobil kenamaan toyota di Jepang. Beliau bercerita banyak tentang pengalamannya bekerja di sana yang semakin memotivasi gue kalau hidup di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin, selama kita nggak putus asa dan tetap berusaha. 

Jadi, maksud gue menulis tulisan ini adalah mengajak kita semua untuk menjadi manusia yang baik kepada semua orang, karena pasti akan ada timbal baliknya. Kita berlaku baik kepada siapapun, maka kita juga akan diperlakukan baik juga, begitu sebaliknya. Berusahalah untuk tetap ramah kepada siapapun, walaupun memang kita sudah lelah seharian bekerja, hadapi semua dengan senyuman, maka hidup akan terasa indah.


Keep smile :)

Comments

  1. iya, hal yang paling bikin illfill (jujur) ketika nggak mau nunggu penumpang tururn dulu. jadinya desak desakan. alamak. aku memnag bukan pengguna KRL, tapi waktu ke jakarta dan sekitarnya seringnya menggunakan KRL

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener, semua berawal dari diri sendiri, bukan orang lain..


      wah selamat datang di Jakarta mas... hehe

      Delete

Post a Comment