Kulineran Enak di Pasar Lama Tangerang: Perut Lapar Menjadi Super Kenyang! Oh No!
Penasaran banget dari dulu pengen ke sini, iya, ke Pasar Lama Tangerang.
Padahal hampir 1 tahun bekerja di BSD yang jaraknya hanya ditempuh dengan 30
menit berkendara untuk menuju ke pusat jajanan dan kuliner terbesar di Kota
Tangerang ini. Selain itu juga, sudah banyak blogger dan vlogger yang pernah ke
sini, menjadikan mesin pencarian Google penuh sesak dengan konten-konten dari
mereka. Membuat rasa penasaran semakin menguat untuk pergi ke Pasar Lama
Tangerang, mencicipi berbagai macam kulinernya yang enak-enak (katanya).
Kendalanya, gue memang belum menemukan waktu yang tepat dan juga partner
yang tertarik untuk diajak ke sini. Sampai akhirnya di bulan Juni 2018 kemarin,
gue bertemu dengan seseorang yang spesial, hebatnya ternyata doi juga suka
makan, oke sip, cocok, berangkat! Maka gue memutuskan untuk pergi ke Pasar Lama
Tangerang satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri 2018. I’m so excited!
Nah, ketika di perjalanan, sempat terpikir “jangan-jangan belum ada yang
buka?”, “apa yang berjualan masih sepi karena lebaran?”. Ternyata jawabannya
nggak, nggak sepi sama sekali, bahkan euforia Idul Fitri di sini udah nggak
terasa sama sekali. Semua pedagang, toko, café, dan restoran di sini semuanya
buka, bahkan sudah banyak pembeli yang berdatangan, waw!
harus sabar dengan kendaraan bermotor ketika berjalan kaki di sini |
semakin sore, semakin malam, semakin ramai |
Pasar Lama Tangerang terletak di Jalan Kisamaun, Kota Tangerang. Kalau lo
datang ke sini dan langsung mengerti jalan, hebat! Kenapa gue bilang begitu,
iya karena (menurut gue nih) jalan menuju ke Pasar Lama ini membingungkan,
apalagi dengan banyaknya jalan satu arah, oh my god, puyeng kesasar
terus. Tapi rasa lelah dan kebingungan itu pudar seketika saat melihat riuh
ramainya para pedagang makanan di sini dengan semerbak aromanya yang menyapa
indera penciuman. Lapeeer….lapeeerrr…!!
Oh iya, sebelum memulai petualangan kuliner sore itu (cieelah petualangan
kuliner), gue mencari musala terlebih dahulu yang letaknya nggak jauh dari
Vihara Boen Tek Bio. Vihara ini ternyata ramai, banyak dari mereka yang datang
untuk beribadah (iyalah Ki!), terlebih lagi karena di sekitar Pasar Lama
Tangerang ini adalah kawasan pecinan. Pecinan adalah suatu wilayah yang
penduduknya dominan ditinggali oleh masyarakat Tionghoa. Perlu kalian tahu
lagi, kalau Vihara Boen Tek Bio ini adalah Vihara yang paling tua di Tangerang
lo, waw!
kawasan pecinan yang sangat indah |
Setelah solat Ashar beres,
penelusuran mencari makanan dimulai, pertama yang dicoba di Pasar Lama
Tangerang adalah;
masih sore, yang makan masih agak sepi, jadi nyaman |
1. Nasi Kebuli Haji El
Di sini gue memesan Nasi Kebuli Kambing dan Roti
Cane Kari Kambing, everything is about goat, mbeeeek….!! Nasi
kebuli Haji El termasuk salah satu dari sederetan list yang
harus dicoba di Pasar Lama Tangerang. Apa iya rasanya enak? Pertama yang dicoba
adalah nasi kebulinya, tersaji dengan taburan bawang merah goreng, potongan
daging kambing tentunya, sambal, kerupuk, dan acar. Rasanya? Enak! Rempah yang
bercampur di nasinya membuat rasanya semakin gurih dan nikmat.
Apalagi, dimakan dalam kondisi perut laper dan nasinya masih anget, joss!
Untuk potongan daging kambingnya dimasak dengan bumbu kari yang cenderung
kecokelatan (mirip semur), tapi pas digigit, teksturnya "nggak
ngelawan", empuk!
Mau lebih nikmat lagi? santaplah dengan sambal merah segarnya dan nikmati
bersama kerupuk udangnya, duh duh duh! Nggak lupa acarnya, kress...kress…di
mulut. Tapi sebentar, campuran yag ada di acarnya bukan timun? Setelah bertanya
ke penjualnya, campuran yang ada di dalam acarnya itu adalah potongan
bengkuang, oh that’s new! I give it two thumbs for this
cuisine! (8/10)
nasi kebuli enak, roti cane yang biasa aja |
Lanjut, gue mencoba roti cane kari kambingnya. Roti cane/roti canai/roti
prata/roti maryam, sebenarnya satu jenis, berasal dari Kota Chennai di India,
cuma mungkin karena udah tersentuh berbagai budaya dan racikan tangan yang
memasak, jadi terasa berbeda satu sama lain. Ekspektasi pertama saat ingin
menyantap roti cane adalah bentuknya yang seperti jaring laba-laba dengan
lapisan tepung yang tipis dan ringan, tetapi ternyata di sini disajikan tebal
dan berat.
Bagi sebagian orang It’s a good things dan si pedagang
pun ikut seneng, bisa menjual roti cane setebal mungkin. Padahal, roti cane
yang diharapkan adalah roti tipis dan bentuknya nggak gepeng seperti alas
piring. Sayang sekali, padahal rasa kuah kari dan daging kambingnya udah enak,
rotinya lah yang membuat poinnya berkurang. (7/10)
2. Pondok
Serabi Hijau 11 Bersaudara
Mencari pencuci mulut yang manis, serabi sepertinya
cocok. Terlebih lagi jarak Pondok Serabi Hijau 11 Bersaudara ini hanya sekali
tengok badan aja dari tenda nasi kebuli, hehe.. Terpesanlah dua buah serabi
hijau kuah durian. Sebenarnya gue nggak suka durian (please hate me!),
tapi menurut si penjual kalau rasa duriannya nggak menyengat, oke, jadi no
problem. Tapi buat yang bener anti-durian, di Pondok Serabi Hijau 11
Bersaudara ada pilihan kuah manis biasa, tenang aja.
Setelah serabi diantar ke meja, aroma durian langsung tercium. Makan
disuapan pertama sambil bersugesti (don’t think about it…don’t think about
it), ternyata bener, rasa duriannya nggak dominan. Kuahnya memang beraroma
durian, tapi rasanya sama sekali nggak “durian banget”.
Serabinya nggak terlalu ada perbedaan antara serabi-serabi yang lain.
Sama-sama empuk, rasa gurih muncul dari tepung berasnya, dan khasnya adalah
tercium aroma bakar dari wadah tanah liat yang digunakan untuk mematangkan
serabinya. Tapi sayang, rasa pandan yang membuat serabi ini berwarna hijau
nggak bisa gue rasakan. So far, bolehlah! (7.5/10)
3. Tahu Gejrot Khas Cirebon “Eatt Dah”
Selanjutnya yang di coba di Pasar Lama Tangerang adalah tahu
gejrot. Namanya "Tahu Gejrot Eatt Dah”, entah maksudnya yang jual itu
“et dah” (rese amat) atau “eat dah” (makan deh), hanya dia yang tau.
Ada yang unik, menarik, atau mungkin bisa dibilang merusak dari penyajian
tahu gejrotnya. Campuran potongan risol isi bihun hadir di sana (mirip di
campuran soto mie, tau kan?). Bingung tahu gejrot ada risolnya? Dari segi
penampilan aja udah merusak dan rasanya pun begitu. Ini sama sekali
nggak cocok, justru aneh. Kulit risol yang terendam kuah menjadi lembek
dan nggak nikmat saat dimakan, duh! Tapi mungkin berbeda ketika kulit risolnya
masih crunchy ketika digigit, karena bisa memberikan tekstur yang
berbeda.
Nggak hanya itu, rasa kecewa pun datang lagi dari kuahnya, warna yang
seharusnya berwarna cokelat gelap seperti kebanyakan tahu gejrot lainnya, tapi
ini warnanya bening seperti air, oh no, disaster! (5/10)
4. Mocktail Low-Budget
Maaf lupa namanya, jadi ada penjual minuman di Pasar Lama Tangerang yang
laris banget, sampai-sampai gerobak di pinggir jalan itu tertutup oleh mereka
yang ingin membeli. Nggak mau ketinggalan euforia mereka yang membeli,
memutuskan untuk ikut mengantre. Gerobak dagangnya ada di seberang penjual Nasi
Kebuli Haji El dan Pondok Serabi Hijau 11 Bersaudara.
Gue pesen Virgin bla..bla..bla.. dan Mango bla..bla..bla.. (aduh
lupa namanya). Bahan-bahan yang dijadikan untuk campuran es-nya terbuat dari
campuran sejumlah minuman soda populer seperti fanta, sprite, pepsi blue,
sedangkan campuran non-sodanya dari sirup marjan berbagai
rasa.
Udah terbayang belum manisnya di mulut? Iya, manis, manis banget. Rasa mangga punya
efek yang asem seger gimana gitu. Sedangkan yang virgin, duh sorry
to say, rasanya mirip minuman di gelas yang udah habis, tinggal es
batu, terus ditambahin air, nah rasanya persis kayak gitu! Hahahaha....
Masih belum puas memesan dua rasa tadi, gue memesan satu rasa lagi,
padahal sih alasannya karena varian ini punya tampilan warna 3-layer,
menjadikannya sangat instagramable, hehe.. Kalau nggak
salah namanya Rainbow bla..bla..bla... Minuman tiga
lapis warna ini terdiri dari campuran sirup strawberry,
mango, dan pepsi blue. Enak, seger, tapi sekali lagi masih
terlalu manis. I give it (7/10) for mango and
rainbow drinks, but I give it (3/10) for virgin type.
5. Egges Soya (Susu Kacang Kedelai)
Selepas Maghrib, sebenarnya perut masih terasa kenyang, tapi sayang
banget kan mengakhiri icip kuliner di Pasar Lama Tangerang sedini ini,
cieee.... Sampai kemudian, melihat sebuah penjual susu kacang kedelai di depan
salah satu minimarket. Gue penyuka susu kedelai, jadi seneng banget liat ada
yang jualan di sini, namanya Egges Soya.
Penjualnya hanya menggunakan gerobak kecil, nggak rame, tapi ada
pembelinya. Kagetnya ketika gue meminta susu kedelai hangat, mereka tidak
menyediakannya. Padahal susu kedelai hangat menurut gue lebih nikmat
daripada susu kedelai yang dingin lo. Menurut penjelasan si penjualnya kalau
susu kedelainya terlalu panas buat dituang ke plastik, membuatnya harus
disajikan bersama es batu dalam kondisi dingin.
Terus rasanya? Susunya enak, kedelainya terasa, nggak ada ampasnya.
Bertemu es batu aja masih terasa nikmat, apalagi diminum hangat, duh masih
penasaran.
Nah lagi-lagi, karena dari bulan Januari gue sudah menghindari
minuman yang manis-manis, jadi membuat indera perasa jadi sensitif pas bertemu
makanan atau minuman yang manis. Begitu juga dengan susu kacang Egges Soya ini,
manisnya berlebihan, salah gue juga sih dari awal nggak bilang kalau
gulanya sedikit aja. Mungkin bagi sebagian orang, kuatnya rasa manis susu
kacang kedelai Egges Soya ini enak, tapi bagi lidah gue nggak. Oke, di luar
rasa manis yang berlebihan, gue kasih nilai (8/10) buat susu
kacang kedelainya.
6. Bubur Ayam Spesial “Ko Iyo”
Petualangan kuliner terakhir di Pasar Lama Tangerang ditutup dengan makan
malam di Bubur Ayam Spesial “Ko Iyo”. Ketika sampai di depan warung tendanya,
astaga, yang makan dan yang antre itu rame banget. Gue pun harus menunggu untuk
mendapatkan kursi kosong di sini, dengan penuh niat sekitar 15 menitan gue
mendapatkan kursi untuk dua orang.
Di Bubur Ayam "Ko Iyo", penjual dan yang melayani pelanggan
nggak hanya satu dua orang aja, kalau nggak salah ada sekitar enam pekerja di
Bubur Ko Iyo ini, mulai dari yang memasak bubur, menaruh topping,
menyajikan ke pelanggan, bayar membayar, membuat minuman, sampai yang mencuci
gelas dan mangkuknya, c'est cool!
Ketika nunggu pesanan, gue melihat ada yang unik dari pembuatan Bubur
Ayam Ko Iyo. Biasanya kan penjual bubur udah menyiapkan buburnya di satu
dandang besar, ketika ada yang beli hanya tinggal ngambil pakai centong aja.
Tapi di Bubur Ayam "Ko Iyo" nggak. Dari awal, mereka menyiapkan bubur
setengah mateng dulu, baru ketika ada yang beli, bubur setengah mateng itu
dimasak lagi dengan kaldu dan potongan daging ayam pakai panci kecil. Keren
kan!
Uniknya, karena Bubur Ayam "Ko Iyo" ini adalah bubur yang
dimasak dengan gaya Chinese, membuat penyajiannya berbeda
dari bubur ayam lainnya. Topping standarnya ada potongan cakwe
dan daun seledri, iya itu aja. Sedangkan ayamnya, udah dimasak bersama buburnya
tadi di awal. Pelengkap standarnya pun bukan kerupuk, tapi selada, wait
what, selada? Awalnya kaget karena ini pertama kalinya makan bubur
pakai selada, tapi ternyata "nyambung-nyambung aja", enak kok.
Di Bubur Ayam "Ko Iyo" kalau mau pakai ati ampela bisa, pakai
kuning telur mentah juga bisa, tapi harus bilang di awal. Di sini, ada dua
pilihan porsi, standar dan jumbo. Gue pesan yang standar aja dan
tanpa topping apa pun. Itu aja udah besar porsinya, gimana
yang jumbo yah? Hmm.. Mantap! (7.5/10)
Sebenernya masih banyak kuliner yang pengen dicoba, Sate Ayam, Telor
Gulung, Martabak Kari, Tempura, dll. Tapi mengingat waktu dan kapasitas perut
yang terbatas, nggak mungkin gue cobain semua itu dalam satu hari.
Artikel ini mungkin akan punya kelanjutannya di part 2 nanti,
tunggu aja deh.
Selamat Kulineran!
Wah ... Pasar Lama Tangerang! Banyak banget makanan enak di sana. Jadi pengin ke sana lagi.
ReplyDeleteIya mbak Diah, harus nyiapin perut kosong lagi, banyak yg belum sempet nyobain juga. Hehe
Delete