Pawon Luwak Coffee, Magelang: Begini Tho Rasanya Kopi Luwak yang Asli!
Nggak pernah terbayangkan sebelumnya kalau gue akhirnya bisa minum kopi yang menjadi bahan pembicaraan orang di seluruh dunia karena harganya yang fantastis dan tentunya rasa yang enak.
Jujur, sebenernya gue bukan orang yang suka kopi. Jarang banget minum kopi bahkan ketika ngantuk di kantor. Minum kopi bukan menjadi solusi untuk mengatasi rasa ngantuk itu.
Tapi gue nggak suka kopi, bukan berarti gue nggak bisa minum atau anti sama kopi ya. Misalnya diajak temen beli kopi susu kekinian itu, gue masih minum kok. Nah khusus kopi item, gue menghindarinya. Bukan karena apa, tapi lambung selalu bermasalah setelahnya.
Terbukti ketika terakhir kali minum kopi aceh gayo di Gang Gloria, Kawasan Pecinan, Glodok, Jakarta Barat. Kopi gayo yang sangat aromatik itu dan sering disebut punya tingkat keasaman yang rendah pun berhasil membuat perut sakit nggak karuan di malam harinya.
Keramahan adalah Poin Plusnya!
Awalnya agak sedikit ragu ketika memasukkan itinerary minum kopi di Pawon Luwak Coffee. Apalagi ketika tahu kalau yang disediakan di Pawon Luwak Coffee hanyalah kopi, ya kopi aja, nggak ada yang lain. Nggak ada menu minuman lain, camilan, apalagi makanan berat di sini.
ini bentuk bangunannya dari depan, terlihat kecil tapi di dalemnya luas banget |
tentunya bule ya yang excited dateng ke sini |
di depan, di area parkirnya kita bisa lihat kalau banyak biji kopi yang lagi di jemur |
bukan sembarang biji kopi ya, hehe... |
tapi sebenarnya ini adalah ee'-nya luwak |
Nggak hanya sebatas teori, ia lantas mengambil segenggam biji kopi arabika dan segenggam biji kopi robusta untuk gue hirup aromanya. Walaupun biji kopi robusta menurutnya punya rasa yang lebih pahit, tapi aroma harum yang saat itu gue cium justru membuat gue memilihnya.
Satu cangkir kopi luwak robusta atau arabika di Pawon Luwak Coffee dihargai Rp25.000. Wait, kok murah Ki? Oke, tunggu penjelasan gue di bawah ya.
Biji Kopi dari Luwak Liar
Setelah kopi terpesan, gue diajak keliling di area belakang Pawon Luwak Coffee. Di mana di sini banyak luwak yang berada di dalam kandang. Kalau nggak salah hitung ada sekitar 6 ekor luwak di sini.
dia bukan lemes, emang ngantuk'an kalo ciang, karena doi nocturnal |
gembil bangeeet! makan mulu pasti lau ya! |
banyak informasi, contoh biji kopi, alat penggiling kopinya juga |
doi yang punya, namanya Pak Aji Prananda |
butuh air putih, tinggal ambil tuh di dispenser |
seminggu sebelum gue ke sini, katanya Pak Ganjar juga ngupi-ngupi di sini |
Masih dengan si mbak ramah, ia menjelaskan kalau luwak-luwak yang ada di Luwak Pawon Coffee ini udah jinak dan kopi luwak untuk produksi bukan dari luwak yang dirawat di sini. Menurutnya, biji kopi produksi diambil dari luwak liar yang hidup di hutan sekitar 6km dari Pawon Luwak Coffee.
Gimana Prosesnya dan Apa Bedanya Biji Kopi Luwak dari Biji Kopi Biasa?
Oke, gue bisa menjelaskan dari apa yang si mbak ramah Pawon Luwak Coffee jelaskan ya.
Jadi, luwak-luwak liar yang hidup di hutan akan memakan biji kopi yang punya lapisan kulit kopi yang masih muda. Biji kopi muda biasanya punya lapisan kulit yang masih lembut yang bikin luwak suka.
Luwak kemudian mencernanya dan akan terjadi fermentasi di dalam perutnya. Fermentasi inilah yang berguna mengurangi kandungan asam kafein dalam biji kopi. Waw!
Apakah benar? Apa iya lambung gue yang sensitif kopi hitam ini nggak berdampak apa-apa? Let’s see!
Jadi, luwak-luwak liar yang hidup di hutan akan memakan biji kopi yang punya lapisan kulit kopi yang masih muda. Biji kopi muda biasanya punya lapisan kulit yang masih lembut yang bikin luwak suka.
Luwak kemudian mencernanya dan akan terjadi fermentasi di dalam perutnya. Fermentasi inilah yang berguna mengurangi kandungan asam kafein dalam biji kopi. Waw!
Apakah benar? Apa iya lambung gue yang sensitif kopi hitam ini nggak berdampak apa-apa? Let’s see!
Saatnya Mencoba Rasanya!
Nggak berapa lama, secangkir kopi berukuran mungil pun diantarkan ke meja di area belakang Pawon Luwak Coffee di mana gue duduk. Tadi gue bilang, kenapa harganya Rp25.000 aja? Iya, karena ukuran cangkirnya termasuk mungil.
tempatnya sungguh nyaman buat ngobrol dan santai sore |
pendopo-pendoponya pun "njawani" banget |
taraaaa....!! ini dia kopi luwak asli, bukan yang sachet-sachet |
pekat, kecokelatan, kental, sedikit asam, perfect! |
Rasanya? Rasa kopi luwaknya sedikit asam sebelum ditambah gula. Ada dua pilihan gula, gula putih atau gula jawa. Ketika mencobanya dengan gula jawa, rasa kopi luwak robusta-nya semakin menyenangkan di lidah. Trust me!
Gue yang nggak suka kopi hitam karena terlalu asam pun bisa menyeruput kopi luwak robusta di Pawon Luwak Coffee ini dengan tenang dan penuh kenikmatan. Apalagi sambil ngunyah keripik pisang dan opak yang disediakan gratis di sini.
camilannya.... hehe.... |
Pas kan! Santai sore nyeruput kopi di bawah rindangnya pohon, sambil nyemil, ditemani semilir angin yang cukup sejuk sore itu. Duh duh duh!
Mereka Juga Produksi Cokelat!
Ketika lagi asyik ngobrol di area belakang, gue baru tersadar kalau sedang berada di antara rerimbunan pohon cokelat. Sebagai #teamchocolate, gue terlalu excited untuk menerima kenyataan kalau ternyata Pawon Luwak Coffee juga memproduksi cokelat.
nikmat mana lagi yang kau dustakan, ngopi di bawah rindahnya pohon cokelat yang lagi berbuah |
siap petik ini! panen...panen! |
Tadinya berharap kalau mereka menjual bubuk cokelat yang bisa diseduh, tapi yang ada hanyalah dua pilihan cokelat yaitu dark chocolate dan white chocolate. It's okey, I'm still gonna buy it!
Satu kemasannya berisi 10 buah cokelat dan dijual dengan harga Rp50.000. Kalau yang batangan rasa cappuccino harganya juga Rp50.000.
Rasa dark chocolate-nya Pawon Luwak Coffee terbilang pahit, but I like it, bahkan lebih pahit dari sekian banyak dark chocolate yang pernah gue coba. Gue nggak tanya berapa persen kadar cokelatnya, perkiraan sih sekitar 80%-an.
Rasa dark chocolate-nya Pawon Luwak Coffee terbilang pahit, but I like it, bahkan lebih pahit dari sekian banyak dark chocolate yang pernah gue coba. Gue nggak tanya berapa persen kadar cokelatnya, perkiraan sih sekitar 80%-an.
Selain rasa yang cenderung pahit, ketika cokelatnya digigit ada tekstur yang sedikit kasar. Tekstur ketika bertemu dengan lidah itu mirip bubuk cokelat yang dipadatkan. Tapi, untuk home industry, ini udah very well done!
Kalau yang cokelat cappuccino, kesan pertama yang langsung teringat adalah aroma kopi yang wangi. Rasanya cenderung manis dengan sedikit after taste pait di lidah. It's fine, but not my favorite.
Kalau yang cokelat cappuccino, kesan pertama yang langsung teringat adalah aroma kopi yang wangi. Rasanya cenderung manis dengan sedikit after taste pait di lidah. It's fine, but not my favorite.
Nah, yang satu lagi adalah white chocolate yang dijelaskan sebelumnya oleh petugas kasir Pawon Luwak Coffee kalau ada biji kopi di dalamnya. Rasa white chocolate-nya sendiri nggak ada yang salah, kadar cokelatnya lebih sedikit tentunya dari dark chocolate dan dominan rasa susunya.
Tapi, pas lagi asyik ngunyah si white chocolate-nya, biji kopi pun muncul dengan tekstur yang masih cukup lembut untuk dikunyah gigi. Sayangnya, gue nggak suka. Nope! Pait euy!
Kesimpulannya
So, Pawon Luwak Coffee boleh gue rekomendasikan bagi kalian yang main ke Borobudur dan cari tempat buat santai, apalagi kalau kalian suka kopi. Pengalaman berbeda bakal kalian dapatkan ketika bisa mampir ke Pawon Luwak Coffee ini.
Oh iya FYI, kalau mau beli bubuk kopinya, harga kopi luwak robustaRp250.000/100gr, sedangkan yang arabika itu Rp400.000/100gr. Selamat ngupi!
Thanks for sharing, artikelnya menarik..
ReplyDeleteTerima kasih, semoga bermanfaat ya mba/mas
DeleteAku memang bukan penggemar kopi, tapi selalu amazed sama mereka yang ngerti banget soal kopi. Bahkan, sampai jenis biji kopi dan rasanya hafal banget. Jujur, baru pertama kali ngelihat biji kopi ini dan ternyata unik banget ya! Sering denger kopi luwak, cuman gak paham asal-muasalnya.
ReplyDeleteBetul mba, bahkan di kantor ada beberapa temen yang bawa mesin grinder buat nyeduh kopi dari biji.
DeleteUntuk kopi luwak ini saya juga baru pertama kali melihatnya langsung dan mencicipi rasanya mba.